Membahas masalah kredit, tidak lepas dari pembicaraan mengenai kredit bermasalah (non performing loan). Kredit bermasalah selalu ada dalam kegiatan perkreditan bank, karena bank tidak mungkin menghindarkan adanya kredit bermasalah. Sepandai apapun para analis kredit dalam menganalisis permohonan kredit, tetap saja ada kemungkinan kredit tersebut bermasalah. Itulah sebabnya adalah hal yang wajar jika setiap bank memiliki kredit bermasalah. Tetapi sungguhpun demikian, tidak semua kredit bermasalah itu adalah kredit macet, karena kredit bermasalah adalah genre dari kualitas kredit dari mulai yang batuk-batuk hingga pada kredit yang benar-benar macet. Suatu kedit bermasalah yang tidak dikelolah dengan baik akan mengakibatkan kemacetan kredit atau umum disebut sebagai kredit macet.
Terjadinya kemacetan dalam pengembalian kredit mungkin saja disebabkan oleh kesalahan atau kelalaian dari pihak bank sendiri atau dari pihak nasabah, ataupun oleh karena keadaan memaksa (force majeur). Bank hanya berusaha menekan seminimal mungkin besarnya kredit bermasalah agar tidak melebihi ketentuan Bank Indonesia sebagai pengawas perbankan.
Bank Indonesia melalui Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor 7/2/PBI/2005 tentang Penilaian Kualitas Aktiva Bank Umum, membedakan kualitas kredit ke dalam 5 (lima) kolektibilitas, yaitu :
a. Lancar (L)
b. Dalam Perhatian Khusus (DPK)
c. Kurang Lancar (KL)
d. Diragukan (D)
e. Macet (M)
Kredit yang termasuk dalam golongan kolektibilitas lancar dan dalam perhatian khusus dinilai sebagai kredit yang tidak bermasalah (adalah performing loan), sedangkan kredit yang termasuk dalam golongan kurang lancar, diragukan dan macet dinilai sebagai kredit bermasalah (non performing loan). Beberapa indikator untuk penggolongan kelima kualitas kredit tersebut, adalah sebagai berikut :
a. Kredit digolongkan Lancar (L), yaitu jika memenuhi kriteria :
1) pembayaran angsuran pokok dan/atau bunga tepat waktu;
2) memiliki mutasi rekening yang aktif; atau
3) bagian kredit yang dijamin dengan agunan tunai.
b. Kredit digolongkan Dalam Perhatian Khusus (DPK), yaitu jika memenuhi kriteria :
1) terdapat tunggakan angsuran pembayaran pokok dan/atau bunga yang belum melampaui 90 hari; atau
2) kadang-kadang terjadi cerukan; atau
3) mutasi rekening relatif rendah; atau
4) jarang terjadi pelanggaran terhadap kontrak yang diperjanjikan; atau
5) didukung oleh pinjaman baru.
c. Kredit digolongkan Kurang Lancar (KL), yaitu jika memenuhi kriteria :
1) terdapat tunggakan angsuran pokok dan/atau bunga yang telah melampaui 90 hari; atau
2) sering terjadi cerukan; atau
3) frekuensi mutasi relatif rendah; atau
4) terjadi pelanggaran kontrak yang diperjanjikan lebih dari 90 hari; atau
5) terdapat indikasi masalah keuangan yang dihadapi debitur; atau
6) dokumentasi pinjaman yang lemah.
d. Kredit yang digolongkan Diragukan (D), yaitu jika memenuhi kriteria :
1) terdapat tunggakan angsuran pokok dan/atau bunga yang telah melampaui 180 hari; atau
2) sering terjadi cerukan yang bersifat permanen; atau
3) terjadi wanprestasi lebih dari 180 hari; atau
4) terjadi kapitalisasi bunga; atau
5) dokumentasi hukum yang lemah baik untuk perjanjian kredit maupun pengikatan jaminan.
e. Kredit yang digolongkan Macet (M), yaitu jika memenuhi kriteria :
1) terdapat tunggakan angsuran pokok dan/atau bunga yang telah melampaui 270 hari; atau
2) kerugian operasional ditutup dengan pinjaman baru; atau
3) dari segi hukum maupun kondisi pasar, jaminan tidak dapat dicairkan pada nilai wajar.
Penting untuk diperhatikan bahwa sebelum menurunkan kolektibilitas kredit, bank akan melakukan evaluasi yang mendalam terhadap debitur-debitur yang termasuk dalam kolektibilitas non performing loan. Ini penting karena penurunan kolektibilitas kredit akan mempengaruhi kinerja bank yang bersangkutan, karena penilaian sehat tidaknya suatu bank salah satunya ditentukan dari berapa besar non performing loan bank itu. Untuk itu setiap bank secara periodik selalu melakukan evaluasi debiturnya dengan menganalisa aspek-aspek :
a. Prospek usaha
b. Kondisi keungan dengan penekanan cash flow.
c. Kemampuan membayar.
Ketiga aspek tersebut merupakan satu kesatuan untuk menilai kualitas kredit, dan tidak dapat dinilai terpisah satu sama lainnya.
Kredit bermasalah akan menjadi beban bank karena ia menjadi salah satu tolok ukur bagi Bank Indonesia untuk menilai kinerja bank itu sendiri. Untuk itu adanya kredit bermasalah, perlu penyelesaian yang cepat, tepat dan akurat, perlu dilakukan penilaian ulang secara periodik guna penentuan langkah-langkah penyelamatan dan atau penyelesaian bagi bank.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
1 komentar:
thanks. blog anda sangat membantu saya...
Posting Komentar