Telah dikemukakan sebelumnya (dalam Seri Kredit, tulisan saya lainnya) bahwa dalam setiap penyaluran kredit, bank selalu mensyaratkan adanya jaminan kredit. Hal ini dilakuan untuk mengantisipasi resiko pengembalian kredit sehubungan dengan adanya jangka waktu pengembaliannya.
Dalam konteks ini, jaminan berfungsi untuk memberikan hak dan kekuasaan kepada kreditur untuk mendapatkan pelunasan dari hasil penjualan barang-barang jaminan tersebut bila debitur tidak melunasi hutangnya pada waktu yang telah ditentukan. Normalnya, setiap bank berusaha agar kredit yang disalurkan merupakan secured loans, karena didukung dengan jaminan dan berusaha menghindari terjadinya unsecured loans karena tidak didukung dengan jaminan. Jadi jika kredit tidak dapat lagi dilunasi dari usaha sebagai first source of repayment, maka bank akan menempuh jalan pelunasan terakhir dari jaminan sebagai second source of repayment.
Penulis memakai kata “jaminan” dalam tulisan ini sebagai pengertian daripada “agunan” sebagaimana dirumuskan oleh UU Perbankan dalam Pasal 1 ayat (23) bahwa “agunan adalah jaminan tambahan yang diserahkan nasabah debitur kepada bank dalam rangka pemberian fasilitas kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah.” Jaminan tambahan ini dapat berupa jaminan materiil (berwujud) berupa benda-benda bergerak dan benda tetap atau jaminan immaterial (tak berwujud).
Sutarno (2005 : 142) merumuskan pengertian jaminan kredit adalah “segala sesuatu yang mempunyai nilai mudah untuk diuangkan yang diikat dengan janji sebagai jaminan untuk pembayaran dari hutang debitur berdasarkan perjanjian kredit yang dibuat oleh kreditur dan debitur.”
Pendapat yang sama juga dikemukakan oleh Hadisoeprapto (1984 : 50) yang mengemukakan bahwa “jaminan kredit ialah segala sesuatu yang diberikan kepada kreditur untuk menimbulkan keyakinan bahwa debitur akan memenuhi kewajiban, yang dapat dinilai dengan uang yang timbul dari suatu perikatan.”
Bahwa jaminan yang baik atau ideal, menurut Subekti dalam bukunya Jaminan-Jaminan Untuk Pemberian Kredit Menurut Hukum Indonesia (1991 : 19), adalah jaminan yang memenuhi syarat :
a. Yang dapat secara mudah membantu perolehan kredit itu oleh pihak yang memerlukannya;
b. Yang tidak melemahkan potensi (kekuatan) si pencari kredit untuk melakukan (meneruskan) usahanya;
c. Yang memberikan kepastian kepada si pemberi kredit dalam arti bahwa barang jaminan setiap waktu tersedia untuk dieksekusi, yaitu, bila perlu dapat mudah diuangkan untuk melunasi hutangnya si penerima (pengambil) kredit.
Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa jaminan kredit adalah seluruh harta kekayaan seseorang, baik barang bergerak, tidak bergerak, barang berwujud maupun tidak berwujud, baik yang diserahkan secara tegas (berdasarkan perjanjian) maupun secara otomatis (berdasarkan Undang-undang) oleh debitur kepada kreditur, dengan maksud untuk menjamin pembayaran kembali kreditnya berdasarkan suatu perikatan.
Dalam praktek, jaminan yang sering diterima oleh kreditur bank bukan hanya milik debitur itu sendiri tetapi juga milik pihak ketiga yang atas kemauannya sendiri menyerahkan secara tegas harta kekayaannya untuk menjamin kredit dari debitur.
Sabtu, 06 Desember 2008
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar