Senin, 01 Desember 2008

Analisa Kredit dengan 5 C (oleh Raimond F. Lamandasa, SH, MKn)

Bank, menurut UU Perbankan didefinisikan sebagai “badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.”

Sebagai lembaga kepercayaan masyarakat, bank mempunyai visi dan misi yang sangat mulia yaitu sebagai sebuah lembaga yang diberi tugas untuk mengemban amanat pembangunan bangsa demi tercapainya peningkatan taraf hidup rakyat.

Untuk melaksanakan visi dan misi tersebut, bank berperan sebagai agent of intermediary, dengan menyelenggarakan fungsi-fungsi, sebagai berikut :
1. Fungsi menghimpun dana.
2. Fungsi pemberian kredit.
3. Fungsi memperlancar lalu lintas pembayaran.
4. Fungsi sebagai penyedia informasi, pemberian konsultasi dan bantuan penyelenggaraan administrasi (PT. Persero Danareksa, 1987 : 238).

Dalam menjalankan kegiatan usahanya di bidang penyaluran kredit, bank dihadapkan pada permasalahan resiko yaitu resiko pengembalian kredit sehubungan dengan adanya jangka waktu antara pencairan kredit dengan pembayaran kembali. Ini berarti bahwa semakin panjang jangka waktu kredit semakin tinggi pula resiko kredit tersebut.

Menghadapi resiko tersebut, pasal 2 UU Perbankan mengamanatkan suatu prinsip agar pihak perbankan dalam melakukan kegiatan usahanya harus bersasaskan demokrasi ekonomi dengan menggunakan prinsip kehati-hatian (prudential banking principle).

Lebih lanjut pasal 8 UU Perbankan mengarahkan bahwa ”dalam memberikan kredit, bank wajib mempunyai keyakinan atas kemampuan dan kesanggupan debitur untuk melunasi hutangnya sesuai dengan yang diperjanjikan.” Dan untuk memperoleh keyakinan tersebut, sebelum memberikan kredit, bank harus melakukan penilaian yang seksama terhadap watak, kemampuan, modal, agunan dan prospek usaha dari calon debitur.

Menurut Halle (1983 : 54), jika seorang bankir memberikan pinjaman kepada perorangan atau perusahaan, bankir tersebut membutuhkan penilaian kredit dalam bentuk analisis kredit untuk membantu menentukan resiko yang ada atau yang mungkin terjadi dari pinjaman yang diberikan. Untuk itu analisis kredit amat penting, karena berguna untuk :
a. Menentukan berbagai resiko yang akan dihadapi oleh bank dalam memberikan kredit kepada seseorang atau badan usaha.
b. Mengantisipasi kemungkinan pelunasan kredit tersebut karena bank telah mengetahui kemampuan pelunasan melalui analisis cashflow usaha debitur.
c. Mengetahui jenis kredit, jumlah kredit dan jangka waktu kredit yang dibutuhkan oleh usaha debitur, sehingga bank dapat melakukan penyesuaian dengan struktur dana yang dipersiapkan untuk digunakan.
d. Mengetahui kemampuan dan kemauan debitur untuk melunasi kreditnya, baik dari sumber pelunasan primer maupun sekunder.

Untuk memperoleh kepercayaan kepada calon debitur, umumnya perbankan menggunakan instrument analisa kredit yang terkenal dengan nama azas “the five of credit” , yaitu :
a. Character (karakter).
b. Capacity (kemampuan).
c. Capital (modal).
d. Collateral (jaminan).
e. Condition of Economy (kondisi ekonomi).

Lalu apa dan bagaimana 5 C tersebut? Menjelaskan hal ini, Henderson dan Maness (1989 : 67) menguraikan secara singkat konsep “5 C” tersebut adalah :

a. Character (watak).
Adalah adanya keyakinan dari pihak bank bahwa calon debitur mempunyai moral, watak ataupun sifat yang dapat dipercaya, hal ini tercermin dari latar belakang debitur, baik yang bersifat latar belakang pekerjaan maupun yang bersifat pribadi seperti cara hidup atau gaya hidup yang dianut dalam keluarga. Oleh karena itu petugas bank mengadakan penyelidikan secara mendalam dengan jalan mencari informasi dari orang-orang yang berada dalam lingkungan pergaulannya dan hal tersebut akan sangat berpengaruh pada pelunasan kreditnya.

b. Capacity (kemampuan)
Merupakan gambaran mengenai kemampuan calon debitur untuk memenuhi kewajiban-kewajibannya, kemampuan debitur untuk mencari dan mengkombinasikan resources yang terkait dengan bidang usaha, kemampuan memproduksi barang dan jasa yang dapat memenuhi tuntutan kebutuhan konsumen/pasar. Disamping itu juga kemampuan untuk mengantisipasi variabel dari cashflow usaha, sehingga cashflow tersebut dapat menjadi sumber pelunasan kredit yang utama sesuai dengan jadwal yang sudah disetujui bersama.

c. Capital (modal)
Penilaian pada aspek ini diarahkan pada kondisi keuangan nasabah, yang terdiri dari aktiva lancar (current assets) yang tertanam dalam bisnis dikurangi dengan kewajiban lancar (current liabilities) yang disebut dengan modal kerja (working capital); dan modal yang tertanam pada aktiva jangka panjang dan aktiva lain-lain. Analisis capital itu dimaksudkan untuk menggambarkan struktur modal (capital structure) debitur, sehingga bank dapat melihat modal debitur sendiri yang tertanam pada bisnisnya dan berapa jumlah yang berasal dari pihak lain (kreditur dan supplier). Bank harus mengetahui “debt to equity ratio”, yaitu berapa besarnya seluruh hutang debitur dibandingkan dengan seluruh modal dan cadangan perusahaan serta likuiditas perusahaan.

d. Collateral (jaminan)
Collateral adalah jaminan kredit yang mempertinggi tingkat keyakinan bank bahwa debitur dengan bisnisnya mampu melunasi kredit, dimana agunan ini berupa jaminan pokok maupun jaminan tambahan yang berfungsi untuk menjamin pelunasan utang jika ternyata dikemudian hari debitur tidak melunasi utangnya. Debitur menjanjikan akan menyerahkan sejumlah hartanya untuk pelunasan utang menurut ketentuan perundang-undangan yang berlaku, apabila dalam waktu yang ditentukan terjadi kemacetan pembayaran utangnya. Jaminan tambahan ini dapat berupa kekayaan milik debitur atau pihak ketiga.

e. Condition of Economy (kondisi ekonomi)
Kondisi yang mempersyaratkan bahwa kegiatan usaha debitur mampu mengikuti fluktuasi ekonomi, baik dalam negeri maupun luar negeri, dan usaha masih mempunyai prospek kedepan selama kredit masih dinikmati debitur. Termasuk juga analisis terhadap kemampuan usaha debitur dalam menghadapi situasi perekonomian yang mungkin tiba-tiba berubah diluar dugaan semula.

Analisis terhadap 5 C tersebut diatas adalah ejahwantah daripada amanat prudential principle sebagaimana tersirat dalam UU Perbankan yang berlaku di Indonesia. Dan untuk mencegah terjadinya resiko default atas kredit maka tahap-tahap analisis tersebut wajib hukumnya diperhatikan oleh bank.

Tidak ada komentar: