Judul diatas sengaja dibuat demikian "bombastis" sebagai refleksi pertanyaan sekaligus sebagai harapan dari ribuan calon notaris yang sampai saat ini masih terhambat pengajuan SK pengangkatannya karena belum mengikuti Pelatihan Teknis Calon Notaris.
Pelatihan teknis calon notaris memang merupakan salah satu syarat wajib bagi para calon notaris yang akan mengajukan SK untuk menjadi notaris. Selama ini pelatihan teknis ini identik dengan pelatihan atau Diklat Sisminbakum.
Sejak adanya sisminbakum pada era Presiden Megawati, Diklat ini secara rutin dan menjadi agenda yang dilaksanakan setiap tahun. Dan dari data empiris, selalu dilaksanakan pada awal tahun yaitu bulan Pebruari pada tahun berjalan. Itu berjalan terus, hingga yang terakhir pada tahun 2008 yang lalu, Diklat ini dilaksanakan pada bulan Pebruari 2008 bertempat di Cipanas.
Diklat teknis calon notaris adalah domein Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia RI. Selama ini pelaksanaannya bekerjasama dengan PP INI dengan menggandeng vendor PT. Sarana Rekatama Dinamika sebagai operator sisminbakum, hingga akhirnya terhenti dan tidak ada kabar pelaksanaannya sejak merebaknya kasus hukum Sisminbakum oleh Kejaksaan Agung RI.
Terkuaknya kasus sisminbakum ternyata membawa efek domino. Salah satunya adalah pelaksanaan diklat teknis calon notaris, yang hingga saat ini kurang jelas juntrungannya. Terinformasi bahwa ada kemungkinan diklat tidak akan diselenggarakan karena kasus hukum sisminbakum masih dalam proses. Sadar atau tidak, hal ini telah menyebabkan terhambatnya sekitar 4.000 calon notaris (data per Maret 2009) yang saat ini terdaftar sebagai waiting-list peserta diklat di buku register staf administrasi Ditjen AHU Depkum dan Ham RI.
Sungguh sangat disayangkan jika sinyalemen pelaksanaan diklat tahun ini tidak jadi. Tidak adanya diklat, para calon notaris tidak semata sedang menghadapi masalah administrasi belaka, tetapi jauh telah menyentuh sampai ke ranah "isi perut" para calon notaris dan keluarganya. Bisa dihitung, berapa ribu jiwa yang nasib isi perutnya menjadi tak menentu. Asumsi sederhana, jika setiap calon notaris memiliki 2 orang anak, maka ia memiliki tanggung-jawab 4 orang (termasuk dirinya sendiri), maka dengan calon notaris yang saat ini berjumlah 4.000 orang, dikalikan 4 maka terdapat setidak-tidaknya 16.000 orang diseluruh Indonesia, saat ini sedang was-was dengan isi perutnya. Jumlah ini tentunya semakin bertambah seiring waktu yang terus berjalan.
Dari kacamata job-describtion (tanggung jawab kerja), Depkum dan Ham RI tidak seharusnya menggantungkan agenda kerjanya kepada masalah hukum sisminbakum yang sedang terjadi. Pertanyaan sederhananya, dalam skop negara misalnya, apakah jika presiden sakit (berhalangan) maka tugas-tugas kenegaraan dan penyelenggaraan pemerintahan juga berhenti, dan menunggu sampai presidennya sehat kembali? Apapun alasannya, tugas negara sebagai pelayan / abdi masyarakat idealnya harus tetap berjalan dengan baik.
Maka sebagai kesimpulan tulisan singkat ini adalah apapun yang terjadi saat ini di Depkum dan Ham RI itu adalah masalah internal Depkum dan Ham sendiri, sedang tugas pelayanan hukum bagi masyarakat diseluruh Indonesia harus tetap berjalan. Untuk mendorong dan sebagai ejah-wantah tugas pelayanan hukum disegala lini maka salah satu program kerjanya yaitu diklat teknis calon notaris harus tetap berjalan. Karena dengan adanya diklat ini, dan dengan terangkatnya calon notaris menjadi notaris maka pada gilirannya salah satu tugas pelayanan hukum terdepan (yang langsung menyentuh masyarakat) akan dilaksanakan oleh para notaris diseluruh Indonesia.
Harapan saya kiranya Depkum dan Ham akan mendorong terselenggaranya diklat ini yang nantinya akan melahirkan para notaris yang bertugas sebagai pelayan hukum dilini terdepan. Semoga demikian adanya.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar