Sambil menunggu service-an "kuda jepang" (libom saya) yang sehari-harinya sangat berjasa dalam mobilisasi saya, saya sedikit ada waktu untuk mem-buka2 kembali blog saya yang telah lama tidak saya tengok. Bukannya disengaja tetapi ini semata-mata sebagai salah satu konsekuensi logis dari semakin padatnya aktivitas kantor saya, yang mau tak mau, untuk time management yang efektif, harus ada skala prioritas. Sehingga ada saja yang sedikit terbengkalai.
Sedih juga rasanya ga membuat postingan selama hampir 2 tahun ini. Setelah membaca2 lagi beberapa postingan yang lalu, muncul lagi tekad baru, untuk memulainya lagi, sambil bertekad untuk berusaha kembali belajar lebih meng-efisienkan waktu supaya smua aktivitas bisa berjalan secara harmoni. Dan ini mudah-mudahan sebagai awal untuk postingan2 lainnya lagi.
Demikian sedikit goresan disaat menunggu, dan mengisi waktu agar tidak terbuang begitu saja.
Bogor, 7 Nopember 2011.
Senin, 07 November 2011
PMNA No.4/1996
Peraturan Menteri Negara Agraria/ Kepala BPN No.4 tahun 1996 tentang Penetapan Batas Waktu Penggunaan Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan Untuk Menjamin Pelunasan Kredit-Kredit Tertentu
Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU)
Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
Nomor: 4 TAHUN 1996 (4/1996)
Tanggal: 9 APRIL 1996 (JAKARTA)
Sumber: LN NO. 1996/42; TLN NO. 3632
Tentang: HAK TANGGUNGAN ATAS TANAH BESERTA BENDA-BENDA YANG BERKAITAN DENGAN TANAH
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
Menimbang:
a. bahwa dengan bertambah meningkatnya pembangunan nasional yang bertitik berat pada bidang ekonomi, dibutuhkan penyediaan dana yang cukup besar, sehingga memerlukan lembaga hak jaminan yang kuat dan mampu memberi kepastian hukum bagi pihak-pihak yang berkepentingan, yang dapat mendorong peningkatan partisipasi masyarakat dalam pembangunan untuk mewujudkan masyarakat yang sejahtera, adil, dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945;
b. bahwa sejak bertakunya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria sampai dengan saat ini, ketentuan-ketentuan yang lengkap mengenai Hak Tanggungan sebagai lembaga hak jaminan yang dapat dibebankan atas tanah berikut atau tidak berikut benda-benda yang berkaitan dengan tanah, belum terbentuk;
c. bahwa ketentuan mengenai Hypotheek sebagaimana diatur dalam Buku II Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Indonesia sepanjang mengenai tanah, dan ketentuan mengenai Credietverband dalam Staatsblad 1908-542 sebagaimana telah diubah dengan Staatsblad 1937-190, yang berdasarkan Pasal 57 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, masih diberlakukan sementara sampai dengan terbentuknya Undang-Undang tentang Hak Tanggungan, dipandang tidak sesuai lagi dengan kebutuhan kegiatan perkreditan, sehubungan dengan perkembangan tata ekonomi Indonesia;
d. bahwa mengingat perkembangan yang telah dan akan terjadi di bidang pengaturan dan administrasi hak-hak atas tanah serta untuk memenuhi kebutuhan masyarakat banyak, selain Hak Milik, Hak Guna Usaha, dan Hak Guna Bangunan yang telah ditunjuk sebagai obyek Hak Tanggungan oleh Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, Hak Pakai atas tanah tertentu yang wajib didaftar dan menurut sifatnya dapat dipindahtangankan, perlu juga dimungkinkan untuk dibebani Hak Tanggungan;
e. bahwa berhubung dengan hal-hal tersebut di atas, perlu dibentuk Undang-undang yang mengatur Hak Tanggungan atas tanah beserta benda-benda yang berkaitan dengan tanah, sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, sekaligus mewujudkan unifikasi Hukum Tanah Nasional;
Mengingat:
1. Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat (1), dan Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945;
2. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (Lembaran Negara Tahun 1960 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2043);
Dengan persetujuan
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN:
Menetapkan: UNDANG-UNDANG TENTANG HAK TANGGUNGAN ATAS TANAH BESERTA BENDA-BENDA YANG BERKAITAN DENGAN TANAH.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:
1. Hak Tanggungan atas tanah beserta benda-benda yang berkaitan dengan tanah, yang selanjutnya disebut Hak Tanggungan, adalah hak jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, berikut atau tidak berikut benda-benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah itu, untuk pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditor tertentu terhadap kreditor-kreditor lain;
2. Kreditor adalah pihak yang berpiutang dalam suatu hubungan utang-piutang tertentu;
3. Debitor adalah pihak yang berutang dalam suatu hubungan utang-piutang tertentu;
4. Pejabat Pembuat Akta Tanah, yang selanjutnya disebut PPAT, adalah pejabat umum yang diberi wewenang untuk membuat akta pemindahan hak atas tanah, akta pembebanan hak atas tanah, dan akta pemberian kuasa membebankan Hak Tanggungan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku;
5. Akta Pemberian Hak Tanggungan adalah akta PPAT yang berisi pemberian Hak Tanggungan kepada kreditor tertentu sebagai jaminan untuk pelunasan piutangnya;
6. Kantor Pertanahan adalah unit kerja Badan Pertanahan Nasional di wilayah kabupaten, kotamadya, atau wilayah administratif lain yang setingkat, yang melakukan pendaftaran hak atas tanah dan pemeliharaan daftar umum pendaftaran tanah.
Pasal 2
(1) Hak Tanggungan mempunyai sifat tidak dapat dibagi-bagi, kecuali jika diperjanjikan dalam Akta Pemberian Hak Tanggungan sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
(2) Apabila Hak Tanggungan dibebankan pada beberapa hak atas tanah, dapat diperjanjikan dalam Akta Pemberian Hak Tanggungan yang bersangkutan, bahwa pelunasan utang yang dijamin dapat dilakukan dengan cara angsuran yang besarnya sama dengan nilai masing-masing hak atas tanah yang merupakan bagian dari obyek Hak Tanggungan, yang akan dibebaskan dari Hak Tanggungan tersebut, sehingga kemudian Hak Tanggungan itu hanya membebani sisa obyek Hak Tanggungan untuk menjamin sisa utang yang belum dilunasi.
Pasal 3
(1) Utang yang dijamin pelunasannya dengan Hak Tanggungan dapat berupa utang yang telah ada atau yang telah diperjanjikan dengan jumlah tertentu atau jumlah yang pada saat permohonan eksekusi Hak Tanggungan diajukan dapat ditentukan berdasarkan perjanjian utang-piutang atau perjanjian lain yang menimbulkan hubungan utang-piutang yang bersangkutan.
(2) Hak Tanggungan dapat diberikan untuk suatu utang yang berasal dari satu hubungan hukum atau untuk satu utang atau lebih yang berasal dari beberapa hubungan hukum.
BAB II
OBYEK HAK TANGGUNGAN
Pasal 4
(1) Hak atas tanah yang dapat dibebani Hak Tanggungan adalah:
a. Hak Milik;
b. Hak Guna Usaha;
c. Hak Guna Bangunan.
(2) Selain hak-hak atas tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Hak Pakai atas tanah Negara yang menurut ketentuan yang berlaku wajib didaftar dan menurut sifatnya dapat dipindahtangankan dapat juga di-bebani Hak Tanggungan.
(3) Pembebanan Hak Tanggungan pada Hak Pakai atas tanah Hak Milik akan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
(4) Hak Tanggungan dapat juga dibebankan pada hak atas tanah berikut bangunan, tanaman, dan hasil karya yang telah ada atau akan ada yang merupakan satu kesatuan dengan tanah tersebut, dan yang merupakan milik pemegang hak atas tanah yang pembebanannya dengan tegas dinyatakan di dalam Akta Pemberian Hak Tanggungan yang bersangkutan.
(5) Apabila bangunan, tanaman, dan hasil karya sebagaimana dimaksud pada ayat (4) tidak dimiliki oleh pemegang hak atas tanah, pembebanan Hak Tanggungan atas benda-benda tersebut hanya dapat dilakukan dengan penandatanganan serta pada Akta Pemberian Hak Tanggungan yang bersangkutan oleh pemiliknya atau yang diberi kuasa untuk itu olehnya dengan akta otentik.
Pasal 5
(1) Suatu obyek Hak Tanggungan dapat dibebani dengan lebih dari satu Hak Tanggungan guna menjamin pelunasan lebih dari satu utang.
(2) Apabila suatu obyek Hak Tanggungan dibebani dengan lebih dari satu Hak Tanggungan, peringkat masing-masing Hak Tanggungan ditentukan menurut tanggal pendaftarannya pada Kantor Pertanahan.
(3) Peringkat Hak Tanggungan yang didaftar pada tanggal yang sama ditentukan menurut tanggal pembuatan Akta Pemberian Hak Tanggungan yang bersangkutan
Pasal 6
Apabila debitor cidera janji, pemegang Hak Tanggungan pertama mempunyai hak untuk menjual obyek Hak Tanggungan atas kekuasaan sendiri melalui pelelangan umum serta mengambil pelunasan piutangnya dari hasil penjualan tersebut.
Pasal 7
Hak Tanggungan tetap mengikuti obyeknya dalam tangan siapa pun obyek tersebut berada.
BAB III
PEMBERI DAN PEMEGANG HAK TANGGUNGAN
Pasal 8
(1) Pemberi Hak Tanggungan adalah orang perseorangan atau badan hukum yang mempunyai kewenangan untuk melakukan perbuatan hukum terhadap obyek Hak Tanggungan yang bersangkutan.
(2) Kewenangan untuk melakukan perbuatan hukum terhadap obyek Hak Tanggungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus ada pada pemberi Hak Tanggungan pada saat pendaftaran Hak Tanggungan dilakukan.
Pasal 9
Pemegang Hak Tanggungan adalah orang perseorangan atau badan hukum yang berkedudukan sebagai pihak yang berpiutang.
BAB IV
TATA CARA PEMBERIAN, PENDAFTARAN,
PERALIHAN, DAN HAPUSNYA HAK TANGGUNGAN
Pasal 10
(1) Pemberian Hak Tanggungan didahului dengan janji untuk memberikan Hak Tanggungan sebagai jaminan pelunasan utang tertentu, yang dituangkan di dalam dan merupakan bagian tak terpisahkan dari perjanjian utang-piutang yang bersangkutan atau perjanjian lainnya yang menimbulkan utang tersebut.
(2) Pemberian Hak Tanggungan dilakukan dengan pembuatan Akta Pemberian Hak Tanggungan oleh PPAT sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(3) Apabila obyek Hak Tanggungan berupa hak atas tanah yang berasal dari konversi hak lama yang telah memenuhi syarat untuk didaftarkan akan tetapi pendaftarannya belum dilakukan, pemberian Hak Tanggungan dilakukan bersamaan dengan permohonan pendaftaran hak atas tanah yang bersangkutan.
Pasal 11
(1) Di dalam Akta Pemberian Hak Tanggungan wajib dicantumkan:
a. nama dan identitas pemegang dan pemberi Hak Tanggungan;
b. domisili pihak-pihak sebagaimana dimaksud pada huruf a, dan apabila di antara mereka ada yang berdomisili di luar Indonesia, baginya harus pula dicantumkan suatu domisili pilihan di Indonesia, dan dalam hal domisili pilihan itu tidak dicantumkan, kantor PPAT tempat pembuatan Akta Pemberian Hak Tanggungan dianggap sebagai domisili yang dipilih;
c. penunjukan secara jelas utang atau utang-utang yang dijamin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 dan Pasal 10 ayat (1);
d. nilai tanggungan;
e. uraian yang jelas mengenai obyek Hak Tanggungan.
(2) Dalam Akta Pemberian Hak Tanggungan dapat dicantumkan janji-janji, antara lain:
a. janji yang membatasi kewenangan pemberi Hak Tanggungan untuk menyewakan obyek Hak Tanggungan dan/atau menentukan atau mengubah jangka waktu sewa dan/atau menerima uang sewa di muka, kecuali dengan persetujuan tertulis lebih dahulu dari pemegang Hak Tanggungan;
b. janji yang membatasi kewenangan pemberi Hak Tanggungan untuk mengubah bentuk atau tata susunan obyek Hak Tanggungan, kecuali dengan persetujuan tertulis lebih dahulu dari pemegang Hak Tanggungan;
c. janji yang memberikan kewenangan kepada pemegang Hak Tanggungan untuk mengelola obyek Hak Tanggungan berdasarkan penetapan Ketua Pengadilan Negeri yang daerah hukumnya meliputi letak obyek Hak Tanggungan apabila debitor sungguh-sungguh cidera janji;
d. janji yang memberikan kewenangan kepada pemegang Hak Tanggungan untuk menyelamatkan obyek Hak Tanggungan, jika hal itu diperlukan untuk pelaksanaan eksekusi atau untuk mencegah menjadi hapusnya atau dibatalkannya hak yang menjadi obyek Hak Tanggungan karena tidak dipenuhi atau dilanggarnya ketentuan undang-undang;
e. janji bahwa pemegang Hak Tanggungan pertama mempunyai hak untuk menjual atas kekuasaan sendiri obyek Hak Tanggungan apabila debitor cidera janji;
f. janji yang diberikan oleh pemegang Hak Tanggungan pertama bahwa obyek Hak Tanggungan tidak akan dibersihkan dari Hak Tanggungan;
g. janji bahwa pemberi Hak Tanggungan tidak akan melepaskan haknya atas obyek Hak Tanggungan tanpa persetujuan tertulis lebih dahulu dari pemegang Hak Tanggungan;
h. janji bahwa pemegang Hak Tanggungan akan memperoleh seluruh atau sebagian dari ganti rugi yang diterima pemberi Hak Tanggungan untuk pelunasan piutangnya apabila obyek Hak Tanggungan dilepaskan haknya oleh pemberi Hak Tanggungan atau dicabut haknya untuk kepentingan umum;
i. janji bahwa pemegang Hak Tanggungan akan memperoleh seluruh atau sebagian dari uang asuransi yang diterima pemberi Hak Tanggungan untuk pelunasan piutangnya, jika obyek Hak Tanggungan diasuransikan;
j. janji bahwa pemberi Hak Tanggungan akan mengosongkan obyek Hak Tanggungan pada waktu eksekusi Hak Tanggungan;
k. janji yang dimaksud dalam Pasal 14 ayat (4).
Pasal 12
Janji yang memberikan kewenangan kepada pemegang Hak Tanggungan untuk memiliki obyek Hak Tanggungan apabila debitor cidera janji, batal demi hukum.
Pasal 13
(1) Pemberian Hak Tanggungan wajib didaftarkan pada Kantor Pertanahan.
(2) Selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja setelah penandatanganan Akta Pemberian Hak Tanggungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (2), PPAT wajib mengirimkan Akta Pemberian Hak Tanggungan yang bersangkutan dan warkah lain yang diperlukan kepada Kantor Pertanahan.
(3) Pendaftaran Hak Tanggungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Kantor Pertanahan dengan membuatkan buku-tanah Hak Tanggungan dan mencatatnya dalam buku-tanah hak atas tanah yang menjadi obyek Hak Tanggungan serta menyalin catatan tersebut pada sertipikat hak atas tanah yang bersangkutan.
(4) Tanggal buku-tanah Hak Tanggungan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) adalah tanggal hari ketujuh setelah penerimaan secara lengkap surat-surat yang diperlukan bagi pendaftarannya dan jika hari ketujuh itu jatuh pada hari libur, buku-tanah yang bersangkutan diberi bertanggal hari kerja berikutnya.
(5) Hak Tanggungan lahir pada hari tanggal buku-tanah Hak Tanggungan sebagaimana dimaksud pada ayat (4).
Pasal 14
(1) Sebagai tanda bukti adanya Hak Tanggungan, Kantor Pertanahan menerbitkan sertipikat Hak Tanggungan sesuai dengan peraturan per- undang-undangan yang berlaku.
(2) Sertipikat Hak Tanggungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat irah-irah dengan kata-kata “DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA”.
(3) Sertipikat Hak Tanggungan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mempunyai kekuatan eksekutorial yang sama dengan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap dan berlaku sebagai pengganti grosse acte Hypotheek sepanjang mengenai hak atas tanah.
(4) Kecuali apabila diperjanjikan lain, sertipikat hak atas tanah yang telah dibubuhi catatan pembebanan Hak Tanggungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (3) dikembalikan kepada pemegang hak atas tanah yang bersangkutan.
(5) Sertipikat Hak Tanggungan diserahkan kepada pemegang Hak Tanggungan.
Pasal 15
(1) Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan wajib dibuat dengan akta notaris atau akta PPAT dan memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. tidak memuat kuasa untuk melakukan perbuatan hukum lain daripada membebankan Hak Tanggungan;
b. tidak memuat kuasa substitusi;
c. mencantumkan secara jelas obyek Hak Tanggungan, jumlah utang dan nama serta identitas kreditornya, nama dan identitas debitor apabila debitor bukan pemberi Hak Tanggungan.
(2) Kuasa Untuk Membebankan Hak Tanggungan tidak dapat ditarik kembali atau tidak dapat berakhir oleh sebab apapun juga kecuali karena kuasa tersebut telah dilaksanakan atau karena telah habis jangka waktunya sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4).
(3) Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan mengenai hak atas tanah yang sudah terdaftar wajib diikuti dengan pembuatan Akta Pemberian Hak Tanggungan selambat-lambatnya 1 (satu) bulan sesudah diberikan.
(4) Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan mengenai hak atas tanah yang belum terdaftar wajib diikuti dengan pembuatan Akta Pemberian Hak Tanggungan selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan sesudah diberikan.
(5) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4) tidak ber-laku dalam hal Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan diberikan untuk menjamin kredit tertentu yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(6) Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan yang tidak diikuti dengan pembuatan Akta Pemberian Hak Tanggungan dalam waktu yang ditentukan sebagaimana yang dimaksud pada ayat (3) atau ayat (4), atau waktu yang ditentukan menurut ketentuan sebagaimana yang dimaksud pada ayat (5) batal demi hukum.
Pasal 16
(1) Jika piutang yang dijamin dengan Hak Tanggungan beralih karena cessie, subrogasi, pewarisan, atau sebab-sebab lain, Hak Tanggungan tersebut ikut beralih karena hukum kepada kreditor yang baru.
(2) Beralihnya Hak Tanggungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib didaftarkan oleh kreditor yang baru kepada Kantor Pertanahan.
(3) Pendaftaran beralihnya Hak Tanggungan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan oleh Kantor Pertanahan dengan mencatatnya pada bukutanah Hak Tanggungan dan buku-tanah hak atas tanah yang menjadi obyek Hak Tanggungan serta menyalin catatan tersebut pada sertipika Hak Tanggungan dan sertipikat hak atas tanah yang bersangkutan.
(4) Tanggal pencatatan pada buku-tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (3) adalah tanggal hari ketujuh setelah diterimanya secara lengkap surat-surat yang diperlukan bagi pendaftaran beralihnya Hak Tanggungan dan jika hari ketujuh itu jatuh pada hari libur, catatan itu diberi bertanggal hari kerja berikutnya.
(5) Beralihnya Hak Tanggungan mulai berlaku bagi pihak ketiga pada hari tanggal pencatatan sebagaimana dimaksud pada ayat (4)
Pasal 17
Bentuk dan isi Akta Pemberian Hak Tanggungan, bentuk dan isi buku-tanah Hak Tanggungan, dan hal-hal lain yang berkaitan dengan tata cara pemberian dan pendaftaran Hak Tanggungan ditetapkan dan diselenggarakan berdasarkan Peraturan Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria.
Pasal 18
(1) Hak Tanggungan hapus karena hal-hal sebagai berikut:
a. hapusnya utang yang dijamin dengan Hak Tanggungan;
b. dilepaskannya Hak Tanggungan oleh pemegang Hak Tanggungan;
c. pembersihan Hak Tanggungan berdasarkan penetapan peringkat oleh Ketua Pengadilan Negeri;
d. hapusnya hak atas tanah yang dibebani Hak Tanggungan.
(2) Hapusnya Hak Tanggungan karena dilepaskan oleh pemegangnya dilakukan dengan pemberian pernyataan tertulis mengenai dilepaskannya Hak Tanggungan tersebut oleh pemegang Hak Tanggungan kepada pemberi Hak Tanggungan.
(3) Hapusnya Hak Tanggungan karena pembersihan Hak Tanggungan berdasarkan penetapan peringkat oleh Ketua Pengadilan Negeri terjadi karena permohonan pembeli hak atas tanah yang dibebani Hak Tanggungan tersebut agar hak atas tanah yang dibelinya itu dibersihkan dari beban Hak Tanggungan sebagaimana diatur dalam Pasal 19.
(4) Hapusnya Hak Tanggungan karena hapusnya hak atas tanah yang dibeban Hak Tanggungan tidak menyebabkan hapusnya utang yang dijamin.
Pasal 19
(1) Pembeli obyek Hak Tanggungan, baik dalam suatu pelelangan umum atas perintah Ketua Pengadilan Negeri maupun dalam jual beli sukarela, dapat meminta kepada pemegang Hak Tanggungan agar benda yang dibelinya itu dibersihkan dari segala beban Hak Tanggungan yang melebihi harga pembelian.
(2) Pembersihan obyek Hak Tanggungan dari beban Hak Tanggungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan pernyataan tertulis dari pemegang Hak Tanggungan yang berisi dilepaskannya Hak Tanggungan yang membebani obyek Hak Tanggungan yang melebihi harga pembelian.
(3) Apabila obyek Hak Tanggungan dibebani lebih dari satu Hak Tanggungan dan tidak terdapat kesepakatan di antara para pemegang Hak Tanggungan tersebut mengenai pembersihan obyek Hak Tanggungan dari beban yang melebihi harga pembeliannya sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pembeli benda tersebut dapat mengajukan permohonan kepada Ketua Pengadilan Negeri yang daerah hukumnya meliputi letak obyek Hak Tanggungan yang bersangkutan untuk menetapkan pembersihan itu dan sekaligus menetapkan ketentuan mengenai pembagian hasil penjualan lelang di antara para yang berpiutang dan peringkat mereka menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(4) Permohonan pembersihan obyek Hak Tanggungan dari Hak Tanggungan yang membebaninya sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak dapat dilakukan oleh pembeli benda tersebut, apabila pembelian demikian itu dilakukan dengan jual beli sukarela dan dalam Akta Pemberian Hak Tanggungan yang bersangkutan para pihak telah dengan tegas memperjanjikan bahwa obyek Hak Tanggungan tidak akan dibersihkan dari beban Hak Tanggungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2) huruf f.
BAB V
EKSEKUSI HAK TANGGUNGAN
Pasal 20
(1) Apabila debitor cidera janji, maka berdasarkan:
a. hak pemegang Hak Tanggungan pertama untuk menjual obyek Hak Tanggungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, atau
b. titel eksekutorial yang terdapat dalam sertipikat Hak Tanggungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (2), obyek Hak Tanggungan dijual melalui pelelangan umum menurut tata cara yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan untuk pelunasan piutang pemegang Hak Tanggungan dengan hak mendahulu dari pada kreditor-kreditor lainnya.
(2) Atas kesepakatan pemberi dan pemegang Hak Tanggungan, penjualan obyek Hak Tanggungan dapat dilaksanakan di bawah tangan jika dengan demikian itu akan dapat diperoleh harga tertinggi yang meng-untungkan semua pihak.
(3) Pelaksanaan penjualan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) hanya dapat dilakukan setelah lewat waktu 1 (satu) bulan sejak diberitahukan secara tertulis oleh pemberi dan/atau pemegang Hak Tanggungan kepada pihak-pihak yang berkepentingan dan diumumkan sedikit-dikitnya dalam 2 (dua) surat kabar yang beredar di daerah yang bersangkutan dan/atau media massa setempat, serta tidak ada pihak yang menyatakan keberatan.
(4) Setiap janji untuk melaksanakan eksekusi Hak Tanggungan dengan cara yang bertentangan dengan ketentuan pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) batal demi hukum.
(5) Sampai saat pengumuman untuk lelang dikeluarkan, penjualan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dihindarkan dengan pelunasan utang yang dijamin dengan Hak Tanggungan itu beserta biaya-biaya eksekusi yang telah dikeluarkan.
Pasal 21
Apabila pemberi Hak Tanggungan dinyatakan pailit, pemegang Hak Tanggungan tetap berwenang melakukan segala hak yang diperolehnya menurut ketentuan Undang-Undang ini.
BAB VI
PENCORETAN HAK TANGGUNGAN
Pasal 22
(1) Setelah Hak Tanggungan hapus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18, Kantor Pertanahan mencoret catatan Hak Tanggungan tersebut pada bukutanah hak atas tanah dan sertipikatnya.
(2) Dengan hapusnya Hak Tanggungan, sertipikat Hak Tanggungan yang bersangkutan ditarik dan bersama-sama buku-tanah Hak Tanggungan dinyatakan tidak berlaku lagi oleh Kantor Pertanahan.
(3) Apabila sertipikat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) karena sesuatu sebab tidak dikembalikan kepada Kantor Pertanahan, hal tersebut dicatat pada buku-tanah Hak Tanggungan.
(4) Permohonan pencoretan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan oleh pihak yang berkepentingan dengan melampirkan sertipikat Hak Tanggungan yang telah diberi catatan oleh kreditor bahwa Hak Tanggungan hapus karena piutang yang dijamin pelunasannya dengan Hak Tanggungan itu sudah lunas, atau pernyataan tertulis dari kreditor bahwa Hak Tanggungan telah hapus karena piutang yang dijamin pelunasannya dengan Hak Tanggungan itu telah lunas atau karena kreditor melepaskan Hak Tanggungan yang bersangkutan.
(5) Apabila kreditor tidak bersedia memberikan pernyataan sebagaimana dimaksud pada ayat (4), pihak yang berkepentingan dapat mengajukan permohonan perintah pencoretan tersebut kepada Ketua Pengadilan Negeri yang daerah hukumnya meliputi tempat Hak Tanggungan yang bersangkutan didaftar.
(6) Apabila permohonan perintah pencoretan timbul dari sengketa yang sedang diperiksa oleh Pengadilan Negeri lain, permohonan tersebut harus diajukan kepada Ketua Pengadilan Negeri yang memeriksa perkara yang bersangkutan.
(7) Permohonan pencoretan catatan Hak Tanggungan berdasarkan perintah Pengadilan Negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dan ayat (6) diajukan kepada Kepala Kantor Pertanahan dengan melampirkan salinan penetapan atau putusan Pengadilan Negeri yang bersangkutan.
(8) Kantor Pertanahan melakukan pencoretan catatan Hak Tanggungan menurut tata cara yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku dalam waktu 7 (tujuh) hari kerja terhitung sejak diterimanya permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan ayat (7).
(9) Apabila pelunasan utang dilakukan dengan cara angsuran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2), hapusnya Hak Tanggungan pada bagian obyek Hak Tanggungan yang bersangkutan dicatat pada buku-tanah dan sertipikat Hak Tanggungan serta pada buku-tanah dan sertipikat hak atas tanah yang telah bebas dari Hak Tanggungan yang semula membebaninya.
BAB VII
SANKSI ADMINISTRATIF’
Pasal 23
(1) Pejabat yang melanggar atau lalai dalam memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1), Pasal 13 ayat (2), dan Pasal 15 ayat (1) Undang-undang ini dan/atau peraturan pelaksanaannya dapat dikenai sanksi administratif, berupa:
a. tegoran lisan;
b. tegoran tertulis;
c. pemberhentian sementara dari jabatan;
d. pemberhentian dari jabatan.
(2) Pejabat yang melanggar atau lalai dalam memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (4), Pasal 16 ayat (4), dan Pasal 22 ayat (8) Undang-Undang ini dan/atau peraturan pelaksanaannya dapat dikenai sanksi administratif sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(3) Pemberian sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tidak mengurangi sanksi yang dapat dikenakan menurut peraturan perundang-undangan lain yang berlaku.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
BAB VIII
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 24
(1) Hak Tanggungan yang ada sebelum berlakunya Undang-Undang ini, yang menggunakan ketentuan Hypotheek atau Credietverband berdasarkan Pasal 57 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria diakui, dan selanjutnya berlangsung sebagai Hak Tanggungan menurut Undang-Undang ini sampai dengan berakhirnya hak tersebut.
(2) Hak Tanggungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat menggunakan ketentuan-ketentuan mengenai eksekusi dan pencoretannya sebagaimana diatur dalam Pasal 20 dan Pasal 22 setelah buku-tanah dan sertipikat Hak Tanggungan yang bersangkutan disesuaikan dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14.
(3) Surat kuasa membebankan hipotik yang ada pada saat diundangkannya Undang-Undang ini dapat digunakan sebagai Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan dalam waktu 6 (enam) bulan terhitung sejak saat berlakunya Undang-Undang ini, dengan mengingat ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (5).
Pasal 25
Sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan dalam Undang-Undang ini, semua peraturan perundang-undangan mengenai pembebanan Hak Tanggungan kecuali ketentuan-ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 tetap berlaku sampai ditetapkannya peraturan pelaksanaan Undang-Undang ini dan dalam penerapannya disesuaikan dengan ketentuan dalam Undang-Undang ini.
Pasal 26
Selama belum ada peraturan perundang-undangan yang mengaturnya, dengan memperhatikan ketentuan dalam Pasal 14, peraturan mengenai eksekusi hypotheek yang ada pada mulai berlakunya Undang-Undang ini, berlaku terhadap eksekusi Hak Tanggungan.
BAB IX
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 27
Ketentuan Undang-Undang ini berlaku juga terhadap pembebanan hak jaminan atas Rumah Susun dan Hak Milik atas Satuan Rumah Susun.
Pasal 28
Sepanjang tidak ditentukan lain dalam Undang-Undang ini, ketentuan lebih lanjut untuk melaksanakan Undang-Undang ini ditetapkan dengan peraturan perundang-undangan.
Pasal 29
Dengan berlakunya Undang-Undang ini, ketentuan mengenai Credietverband sebagaimana tersebut dalam Staatsblad 1908-542 jo. Staatsblad 1909-586 dan Staatsblad 1909-584 sebagai yang telah diubah dengan Staatsblad 1937-190 jo. Staatsblad 1937-191 dan ketentuan mengenai Hypotheek sebagaimana tersebut dalam Buku II Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Indonesia sepanjang mengenai pembebanan Hak Tanggungan pada hak atas tanah beserta benda-benda yang berkaitan dengan tanah dinyatakan tidak berlaku lagi.
Pasal 30
Undang-Undang ini dapat disebut Undang-Undang Hak Tanggungan.
Pasal 31
Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Disahkan di Jakarta
pada tanggal 9 April 1996
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
ttd
SOEHARTO
Diundangkan di Jakarta
ada tanggal 9 April 1996
MENTERI NEGARA SEKRETARIS NEGARA
REPUBLIK INDONESIA
ttd
MOERDIONO
Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU)
Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
Nomor: 4 TAHUN 1996 (4/1996)
Tanggal: 9 APRIL 1996 (JAKARTA)
Sumber: LN NO. 1996/42; TLN NO. 3632
Tentang: HAK TANGGUNGAN ATAS TANAH BESERTA BENDA-BENDA YANG BERKAITAN DENGAN TANAH
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
Menimbang:
a. bahwa dengan bertambah meningkatnya pembangunan nasional yang bertitik berat pada bidang ekonomi, dibutuhkan penyediaan dana yang cukup besar, sehingga memerlukan lembaga hak jaminan yang kuat dan mampu memberi kepastian hukum bagi pihak-pihak yang berkepentingan, yang dapat mendorong peningkatan partisipasi masyarakat dalam pembangunan untuk mewujudkan masyarakat yang sejahtera, adil, dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945;
b. bahwa sejak bertakunya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria sampai dengan saat ini, ketentuan-ketentuan yang lengkap mengenai Hak Tanggungan sebagai lembaga hak jaminan yang dapat dibebankan atas tanah berikut atau tidak berikut benda-benda yang berkaitan dengan tanah, belum terbentuk;
c. bahwa ketentuan mengenai Hypotheek sebagaimana diatur dalam Buku II Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Indonesia sepanjang mengenai tanah, dan ketentuan mengenai Credietverband dalam Staatsblad 1908-542 sebagaimana telah diubah dengan Staatsblad 1937-190, yang berdasarkan Pasal 57 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, masih diberlakukan sementara sampai dengan terbentuknya Undang-Undang tentang Hak Tanggungan, dipandang tidak sesuai lagi dengan kebutuhan kegiatan perkreditan, sehubungan dengan perkembangan tata ekonomi Indonesia;
d. bahwa mengingat perkembangan yang telah dan akan terjadi di bidang pengaturan dan administrasi hak-hak atas tanah serta untuk memenuhi kebutuhan masyarakat banyak, selain Hak Milik, Hak Guna Usaha, dan Hak Guna Bangunan yang telah ditunjuk sebagai obyek Hak Tanggungan oleh Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, Hak Pakai atas tanah tertentu yang wajib didaftar dan menurut sifatnya dapat dipindahtangankan, perlu juga dimungkinkan untuk dibebani Hak Tanggungan;
e. bahwa berhubung dengan hal-hal tersebut di atas, perlu dibentuk Undang-undang yang mengatur Hak Tanggungan atas tanah beserta benda-benda yang berkaitan dengan tanah, sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, sekaligus mewujudkan unifikasi Hukum Tanah Nasional;
Mengingat:
1. Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat (1), dan Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945;
2. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (Lembaran Negara Tahun 1960 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2043);
Dengan persetujuan
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN:
Menetapkan: UNDANG-UNDANG TENTANG HAK TANGGUNGAN ATAS TANAH BESERTA BENDA-BENDA YANG BERKAITAN DENGAN TANAH.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:
1. Hak Tanggungan atas tanah beserta benda-benda yang berkaitan dengan tanah, yang selanjutnya disebut Hak Tanggungan, adalah hak jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, berikut atau tidak berikut benda-benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah itu, untuk pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditor tertentu terhadap kreditor-kreditor lain;
2. Kreditor adalah pihak yang berpiutang dalam suatu hubungan utang-piutang tertentu;
3. Debitor adalah pihak yang berutang dalam suatu hubungan utang-piutang tertentu;
4. Pejabat Pembuat Akta Tanah, yang selanjutnya disebut PPAT, adalah pejabat umum yang diberi wewenang untuk membuat akta pemindahan hak atas tanah, akta pembebanan hak atas tanah, dan akta pemberian kuasa membebankan Hak Tanggungan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku;
5. Akta Pemberian Hak Tanggungan adalah akta PPAT yang berisi pemberian Hak Tanggungan kepada kreditor tertentu sebagai jaminan untuk pelunasan piutangnya;
6. Kantor Pertanahan adalah unit kerja Badan Pertanahan Nasional di wilayah kabupaten, kotamadya, atau wilayah administratif lain yang setingkat, yang melakukan pendaftaran hak atas tanah dan pemeliharaan daftar umum pendaftaran tanah.
Pasal 2
(1) Hak Tanggungan mempunyai sifat tidak dapat dibagi-bagi, kecuali jika diperjanjikan dalam Akta Pemberian Hak Tanggungan sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
(2) Apabila Hak Tanggungan dibebankan pada beberapa hak atas tanah, dapat diperjanjikan dalam Akta Pemberian Hak Tanggungan yang bersangkutan, bahwa pelunasan utang yang dijamin dapat dilakukan dengan cara angsuran yang besarnya sama dengan nilai masing-masing hak atas tanah yang merupakan bagian dari obyek Hak Tanggungan, yang akan dibebaskan dari Hak Tanggungan tersebut, sehingga kemudian Hak Tanggungan itu hanya membebani sisa obyek Hak Tanggungan untuk menjamin sisa utang yang belum dilunasi.
Pasal 3
(1) Utang yang dijamin pelunasannya dengan Hak Tanggungan dapat berupa utang yang telah ada atau yang telah diperjanjikan dengan jumlah tertentu atau jumlah yang pada saat permohonan eksekusi Hak Tanggungan diajukan dapat ditentukan berdasarkan perjanjian utang-piutang atau perjanjian lain yang menimbulkan hubungan utang-piutang yang bersangkutan.
(2) Hak Tanggungan dapat diberikan untuk suatu utang yang berasal dari satu hubungan hukum atau untuk satu utang atau lebih yang berasal dari beberapa hubungan hukum.
BAB II
OBYEK HAK TANGGUNGAN
Pasal 4
(1) Hak atas tanah yang dapat dibebani Hak Tanggungan adalah:
a. Hak Milik;
b. Hak Guna Usaha;
c. Hak Guna Bangunan.
(2) Selain hak-hak atas tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Hak Pakai atas tanah Negara yang menurut ketentuan yang berlaku wajib didaftar dan menurut sifatnya dapat dipindahtangankan dapat juga di-bebani Hak Tanggungan.
(3) Pembebanan Hak Tanggungan pada Hak Pakai atas tanah Hak Milik akan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
(4) Hak Tanggungan dapat juga dibebankan pada hak atas tanah berikut bangunan, tanaman, dan hasil karya yang telah ada atau akan ada yang merupakan satu kesatuan dengan tanah tersebut, dan yang merupakan milik pemegang hak atas tanah yang pembebanannya dengan tegas dinyatakan di dalam Akta Pemberian Hak Tanggungan yang bersangkutan.
(5) Apabila bangunan, tanaman, dan hasil karya sebagaimana dimaksud pada ayat (4) tidak dimiliki oleh pemegang hak atas tanah, pembebanan Hak Tanggungan atas benda-benda tersebut hanya dapat dilakukan dengan penandatanganan serta pada Akta Pemberian Hak Tanggungan yang bersangkutan oleh pemiliknya atau yang diberi kuasa untuk itu olehnya dengan akta otentik.
Pasal 5
(1) Suatu obyek Hak Tanggungan dapat dibebani dengan lebih dari satu Hak Tanggungan guna menjamin pelunasan lebih dari satu utang.
(2) Apabila suatu obyek Hak Tanggungan dibebani dengan lebih dari satu Hak Tanggungan, peringkat masing-masing Hak Tanggungan ditentukan menurut tanggal pendaftarannya pada Kantor Pertanahan.
(3) Peringkat Hak Tanggungan yang didaftar pada tanggal yang sama ditentukan menurut tanggal pembuatan Akta Pemberian Hak Tanggungan yang bersangkutan
Pasal 6
Apabila debitor cidera janji, pemegang Hak Tanggungan pertama mempunyai hak untuk menjual obyek Hak Tanggungan atas kekuasaan sendiri melalui pelelangan umum serta mengambil pelunasan piutangnya dari hasil penjualan tersebut.
Pasal 7
Hak Tanggungan tetap mengikuti obyeknya dalam tangan siapa pun obyek tersebut berada.
BAB III
PEMBERI DAN PEMEGANG HAK TANGGUNGAN
Pasal 8
(1) Pemberi Hak Tanggungan adalah orang perseorangan atau badan hukum yang mempunyai kewenangan untuk melakukan perbuatan hukum terhadap obyek Hak Tanggungan yang bersangkutan.
(2) Kewenangan untuk melakukan perbuatan hukum terhadap obyek Hak Tanggungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus ada pada pemberi Hak Tanggungan pada saat pendaftaran Hak Tanggungan dilakukan.
Pasal 9
Pemegang Hak Tanggungan adalah orang perseorangan atau badan hukum yang berkedudukan sebagai pihak yang berpiutang.
BAB IV
TATA CARA PEMBERIAN, PENDAFTARAN,
PERALIHAN, DAN HAPUSNYA HAK TANGGUNGAN
Pasal 10
(1) Pemberian Hak Tanggungan didahului dengan janji untuk memberikan Hak Tanggungan sebagai jaminan pelunasan utang tertentu, yang dituangkan di dalam dan merupakan bagian tak terpisahkan dari perjanjian utang-piutang yang bersangkutan atau perjanjian lainnya yang menimbulkan utang tersebut.
(2) Pemberian Hak Tanggungan dilakukan dengan pembuatan Akta Pemberian Hak Tanggungan oleh PPAT sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(3) Apabila obyek Hak Tanggungan berupa hak atas tanah yang berasal dari konversi hak lama yang telah memenuhi syarat untuk didaftarkan akan tetapi pendaftarannya belum dilakukan, pemberian Hak Tanggungan dilakukan bersamaan dengan permohonan pendaftaran hak atas tanah yang bersangkutan.
Pasal 11
(1) Di dalam Akta Pemberian Hak Tanggungan wajib dicantumkan:
a. nama dan identitas pemegang dan pemberi Hak Tanggungan;
b. domisili pihak-pihak sebagaimana dimaksud pada huruf a, dan apabila di antara mereka ada yang berdomisili di luar Indonesia, baginya harus pula dicantumkan suatu domisili pilihan di Indonesia, dan dalam hal domisili pilihan itu tidak dicantumkan, kantor PPAT tempat pembuatan Akta Pemberian Hak Tanggungan dianggap sebagai domisili yang dipilih;
c. penunjukan secara jelas utang atau utang-utang yang dijamin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 dan Pasal 10 ayat (1);
d. nilai tanggungan;
e. uraian yang jelas mengenai obyek Hak Tanggungan.
(2) Dalam Akta Pemberian Hak Tanggungan dapat dicantumkan janji-janji, antara lain:
a. janji yang membatasi kewenangan pemberi Hak Tanggungan untuk menyewakan obyek Hak Tanggungan dan/atau menentukan atau mengubah jangka waktu sewa dan/atau menerima uang sewa di muka, kecuali dengan persetujuan tertulis lebih dahulu dari pemegang Hak Tanggungan;
b. janji yang membatasi kewenangan pemberi Hak Tanggungan untuk mengubah bentuk atau tata susunan obyek Hak Tanggungan, kecuali dengan persetujuan tertulis lebih dahulu dari pemegang Hak Tanggungan;
c. janji yang memberikan kewenangan kepada pemegang Hak Tanggungan untuk mengelola obyek Hak Tanggungan berdasarkan penetapan Ketua Pengadilan Negeri yang daerah hukumnya meliputi letak obyek Hak Tanggungan apabila debitor sungguh-sungguh cidera janji;
d. janji yang memberikan kewenangan kepada pemegang Hak Tanggungan untuk menyelamatkan obyek Hak Tanggungan, jika hal itu diperlukan untuk pelaksanaan eksekusi atau untuk mencegah menjadi hapusnya atau dibatalkannya hak yang menjadi obyek Hak Tanggungan karena tidak dipenuhi atau dilanggarnya ketentuan undang-undang;
e. janji bahwa pemegang Hak Tanggungan pertama mempunyai hak untuk menjual atas kekuasaan sendiri obyek Hak Tanggungan apabila debitor cidera janji;
f. janji yang diberikan oleh pemegang Hak Tanggungan pertama bahwa obyek Hak Tanggungan tidak akan dibersihkan dari Hak Tanggungan;
g. janji bahwa pemberi Hak Tanggungan tidak akan melepaskan haknya atas obyek Hak Tanggungan tanpa persetujuan tertulis lebih dahulu dari pemegang Hak Tanggungan;
h. janji bahwa pemegang Hak Tanggungan akan memperoleh seluruh atau sebagian dari ganti rugi yang diterima pemberi Hak Tanggungan untuk pelunasan piutangnya apabila obyek Hak Tanggungan dilepaskan haknya oleh pemberi Hak Tanggungan atau dicabut haknya untuk kepentingan umum;
i. janji bahwa pemegang Hak Tanggungan akan memperoleh seluruh atau sebagian dari uang asuransi yang diterima pemberi Hak Tanggungan untuk pelunasan piutangnya, jika obyek Hak Tanggungan diasuransikan;
j. janji bahwa pemberi Hak Tanggungan akan mengosongkan obyek Hak Tanggungan pada waktu eksekusi Hak Tanggungan;
k. janji yang dimaksud dalam Pasal 14 ayat (4).
Pasal 12
Janji yang memberikan kewenangan kepada pemegang Hak Tanggungan untuk memiliki obyek Hak Tanggungan apabila debitor cidera janji, batal demi hukum.
Pasal 13
(1) Pemberian Hak Tanggungan wajib didaftarkan pada Kantor Pertanahan.
(2) Selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja setelah penandatanganan Akta Pemberian Hak Tanggungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (2), PPAT wajib mengirimkan Akta Pemberian Hak Tanggungan yang bersangkutan dan warkah lain yang diperlukan kepada Kantor Pertanahan.
(3) Pendaftaran Hak Tanggungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Kantor Pertanahan dengan membuatkan buku-tanah Hak Tanggungan dan mencatatnya dalam buku-tanah hak atas tanah yang menjadi obyek Hak Tanggungan serta menyalin catatan tersebut pada sertipikat hak atas tanah yang bersangkutan.
(4) Tanggal buku-tanah Hak Tanggungan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) adalah tanggal hari ketujuh setelah penerimaan secara lengkap surat-surat yang diperlukan bagi pendaftarannya dan jika hari ketujuh itu jatuh pada hari libur, buku-tanah yang bersangkutan diberi bertanggal hari kerja berikutnya.
(5) Hak Tanggungan lahir pada hari tanggal buku-tanah Hak Tanggungan sebagaimana dimaksud pada ayat (4).
Pasal 14
(1) Sebagai tanda bukti adanya Hak Tanggungan, Kantor Pertanahan menerbitkan sertipikat Hak Tanggungan sesuai dengan peraturan per- undang-undangan yang berlaku.
(2) Sertipikat Hak Tanggungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat irah-irah dengan kata-kata “DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA”.
(3) Sertipikat Hak Tanggungan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mempunyai kekuatan eksekutorial yang sama dengan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap dan berlaku sebagai pengganti grosse acte Hypotheek sepanjang mengenai hak atas tanah.
(4) Kecuali apabila diperjanjikan lain, sertipikat hak atas tanah yang telah dibubuhi catatan pembebanan Hak Tanggungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (3) dikembalikan kepada pemegang hak atas tanah yang bersangkutan.
(5) Sertipikat Hak Tanggungan diserahkan kepada pemegang Hak Tanggungan.
Pasal 15
(1) Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan wajib dibuat dengan akta notaris atau akta PPAT dan memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. tidak memuat kuasa untuk melakukan perbuatan hukum lain daripada membebankan Hak Tanggungan;
b. tidak memuat kuasa substitusi;
c. mencantumkan secara jelas obyek Hak Tanggungan, jumlah utang dan nama serta identitas kreditornya, nama dan identitas debitor apabila debitor bukan pemberi Hak Tanggungan.
(2) Kuasa Untuk Membebankan Hak Tanggungan tidak dapat ditarik kembali atau tidak dapat berakhir oleh sebab apapun juga kecuali karena kuasa tersebut telah dilaksanakan atau karena telah habis jangka waktunya sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4).
(3) Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan mengenai hak atas tanah yang sudah terdaftar wajib diikuti dengan pembuatan Akta Pemberian Hak Tanggungan selambat-lambatnya 1 (satu) bulan sesudah diberikan.
(4) Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan mengenai hak atas tanah yang belum terdaftar wajib diikuti dengan pembuatan Akta Pemberian Hak Tanggungan selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan sesudah diberikan.
(5) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4) tidak ber-laku dalam hal Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan diberikan untuk menjamin kredit tertentu yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(6) Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan yang tidak diikuti dengan pembuatan Akta Pemberian Hak Tanggungan dalam waktu yang ditentukan sebagaimana yang dimaksud pada ayat (3) atau ayat (4), atau waktu yang ditentukan menurut ketentuan sebagaimana yang dimaksud pada ayat (5) batal demi hukum.
Pasal 16
(1) Jika piutang yang dijamin dengan Hak Tanggungan beralih karena cessie, subrogasi, pewarisan, atau sebab-sebab lain, Hak Tanggungan tersebut ikut beralih karena hukum kepada kreditor yang baru.
(2) Beralihnya Hak Tanggungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib didaftarkan oleh kreditor yang baru kepada Kantor Pertanahan.
(3) Pendaftaran beralihnya Hak Tanggungan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan oleh Kantor Pertanahan dengan mencatatnya pada bukutanah Hak Tanggungan dan buku-tanah hak atas tanah yang menjadi obyek Hak Tanggungan serta menyalin catatan tersebut pada sertipika Hak Tanggungan dan sertipikat hak atas tanah yang bersangkutan.
(4) Tanggal pencatatan pada buku-tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (3) adalah tanggal hari ketujuh setelah diterimanya secara lengkap surat-surat yang diperlukan bagi pendaftaran beralihnya Hak Tanggungan dan jika hari ketujuh itu jatuh pada hari libur, catatan itu diberi bertanggal hari kerja berikutnya.
(5) Beralihnya Hak Tanggungan mulai berlaku bagi pihak ketiga pada hari tanggal pencatatan sebagaimana dimaksud pada ayat (4)
Pasal 17
Bentuk dan isi Akta Pemberian Hak Tanggungan, bentuk dan isi buku-tanah Hak Tanggungan, dan hal-hal lain yang berkaitan dengan tata cara pemberian dan pendaftaran Hak Tanggungan ditetapkan dan diselenggarakan berdasarkan Peraturan Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria.
Pasal 18
(1) Hak Tanggungan hapus karena hal-hal sebagai berikut:
a. hapusnya utang yang dijamin dengan Hak Tanggungan;
b. dilepaskannya Hak Tanggungan oleh pemegang Hak Tanggungan;
c. pembersihan Hak Tanggungan berdasarkan penetapan peringkat oleh Ketua Pengadilan Negeri;
d. hapusnya hak atas tanah yang dibebani Hak Tanggungan.
(2) Hapusnya Hak Tanggungan karena dilepaskan oleh pemegangnya dilakukan dengan pemberian pernyataan tertulis mengenai dilepaskannya Hak Tanggungan tersebut oleh pemegang Hak Tanggungan kepada pemberi Hak Tanggungan.
(3) Hapusnya Hak Tanggungan karena pembersihan Hak Tanggungan berdasarkan penetapan peringkat oleh Ketua Pengadilan Negeri terjadi karena permohonan pembeli hak atas tanah yang dibebani Hak Tanggungan tersebut agar hak atas tanah yang dibelinya itu dibersihkan dari beban Hak Tanggungan sebagaimana diatur dalam Pasal 19.
(4) Hapusnya Hak Tanggungan karena hapusnya hak atas tanah yang dibeban Hak Tanggungan tidak menyebabkan hapusnya utang yang dijamin.
Pasal 19
(1) Pembeli obyek Hak Tanggungan, baik dalam suatu pelelangan umum atas perintah Ketua Pengadilan Negeri maupun dalam jual beli sukarela, dapat meminta kepada pemegang Hak Tanggungan agar benda yang dibelinya itu dibersihkan dari segala beban Hak Tanggungan yang melebihi harga pembelian.
(2) Pembersihan obyek Hak Tanggungan dari beban Hak Tanggungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan pernyataan tertulis dari pemegang Hak Tanggungan yang berisi dilepaskannya Hak Tanggungan yang membebani obyek Hak Tanggungan yang melebihi harga pembelian.
(3) Apabila obyek Hak Tanggungan dibebani lebih dari satu Hak Tanggungan dan tidak terdapat kesepakatan di antara para pemegang Hak Tanggungan tersebut mengenai pembersihan obyek Hak Tanggungan dari beban yang melebihi harga pembeliannya sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pembeli benda tersebut dapat mengajukan permohonan kepada Ketua Pengadilan Negeri yang daerah hukumnya meliputi letak obyek Hak Tanggungan yang bersangkutan untuk menetapkan pembersihan itu dan sekaligus menetapkan ketentuan mengenai pembagian hasil penjualan lelang di antara para yang berpiutang dan peringkat mereka menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(4) Permohonan pembersihan obyek Hak Tanggungan dari Hak Tanggungan yang membebaninya sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak dapat dilakukan oleh pembeli benda tersebut, apabila pembelian demikian itu dilakukan dengan jual beli sukarela dan dalam Akta Pemberian Hak Tanggungan yang bersangkutan para pihak telah dengan tegas memperjanjikan bahwa obyek Hak Tanggungan tidak akan dibersihkan dari beban Hak Tanggungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2) huruf f.
BAB V
EKSEKUSI HAK TANGGUNGAN
Pasal 20
(1) Apabila debitor cidera janji, maka berdasarkan:
a. hak pemegang Hak Tanggungan pertama untuk menjual obyek Hak Tanggungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, atau
b. titel eksekutorial yang terdapat dalam sertipikat Hak Tanggungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (2), obyek Hak Tanggungan dijual melalui pelelangan umum menurut tata cara yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan untuk pelunasan piutang pemegang Hak Tanggungan dengan hak mendahulu dari pada kreditor-kreditor lainnya.
(2) Atas kesepakatan pemberi dan pemegang Hak Tanggungan, penjualan obyek Hak Tanggungan dapat dilaksanakan di bawah tangan jika dengan demikian itu akan dapat diperoleh harga tertinggi yang meng-untungkan semua pihak.
(3) Pelaksanaan penjualan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) hanya dapat dilakukan setelah lewat waktu 1 (satu) bulan sejak diberitahukan secara tertulis oleh pemberi dan/atau pemegang Hak Tanggungan kepada pihak-pihak yang berkepentingan dan diumumkan sedikit-dikitnya dalam 2 (dua) surat kabar yang beredar di daerah yang bersangkutan dan/atau media massa setempat, serta tidak ada pihak yang menyatakan keberatan.
(4) Setiap janji untuk melaksanakan eksekusi Hak Tanggungan dengan cara yang bertentangan dengan ketentuan pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) batal demi hukum.
(5) Sampai saat pengumuman untuk lelang dikeluarkan, penjualan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dihindarkan dengan pelunasan utang yang dijamin dengan Hak Tanggungan itu beserta biaya-biaya eksekusi yang telah dikeluarkan.
Pasal 21
Apabila pemberi Hak Tanggungan dinyatakan pailit, pemegang Hak Tanggungan tetap berwenang melakukan segala hak yang diperolehnya menurut ketentuan Undang-Undang ini.
BAB VI
PENCORETAN HAK TANGGUNGAN
Pasal 22
(1) Setelah Hak Tanggungan hapus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18, Kantor Pertanahan mencoret catatan Hak Tanggungan tersebut pada bukutanah hak atas tanah dan sertipikatnya.
(2) Dengan hapusnya Hak Tanggungan, sertipikat Hak Tanggungan yang bersangkutan ditarik dan bersama-sama buku-tanah Hak Tanggungan dinyatakan tidak berlaku lagi oleh Kantor Pertanahan.
(3) Apabila sertipikat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) karena sesuatu sebab tidak dikembalikan kepada Kantor Pertanahan, hal tersebut dicatat pada buku-tanah Hak Tanggungan.
(4) Permohonan pencoretan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan oleh pihak yang berkepentingan dengan melampirkan sertipikat Hak Tanggungan yang telah diberi catatan oleh kreditor bahwa Hak Tanggungan hapus karena piutang yang dijamin pelunasannya dengan Hak Tanggungan itu sudah lunas, atau pernyataan tertulis dari kreditor bahwa Hak Tanggungan telah hapus karena piutang yang dijamin pelunasannya dengan Hak Tanggungan itu telah lunas atau karena kreditor melepaskan Hak Tanggungan yang bersangkutan.
(5) Apabila kreditor tidak bersedia memberikan pernyataan sebagaimana dimaksud pada ayat (4), pihak yang berkepentingan dapat mengajukan permohonan perintah pencoretan tersebut kepada Ketua Pengadilan Negeri yang daerah hukumnya meliputi tempat Hak Tanggungan yang bersangkutan didaftar.
(6) Apabila permohonan perintah pencoretan timbul dari sengketa yang sedang diperiksa oleh Pengadilan Negeri lain, permohonan tersebut harus diajukan kepada Ketua Pengadilan Negeri yang memeriksa perkara yang bersangkutan.
(7) Permohonan pencoretan catatan Hak Tanggungan berdasarkan perintah Pengadilan Negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dan ayat (6) diajukan kepada Kepala Kantor Pertanahan dengan melampirkan salinan penetapan atau putusan Pengadilan Negeri yang bersangkutan.
(8) Kantor Pertanahan melakukan pencoretan catatan Hak Tanggungan menurut tata cara yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku dalam waktu 7 (tujuh) hari kerja terhitung sejak diterimanya permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan ayat (7).
(9) Apabila pelunasan utang dilakukan dengan cara angsuran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2), hapusnya Hak Tanggungan pada bagian obyek Hak Tanggungan yang bersangkutan dicatat pada buku-tanah dan sertipikat Hak Tanggungan serta pada buku-tanah dan sertipikat hak atas tanah yang telah bebas dari Hak Tanggungan yang semula membebaninya.
BAB VII
SANKSI ADMINISTRATIF’
Pasal 23
(1) Pejabat yang melanggar atau lalai dalam memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1), Pasal 13 ayat (2), dan Pasal 15 ayat (1) Undang-undang ini dan/atau peraturan pelaksanaannya dapat dikenai sanksi administratif, berupa:
a. tegoran lisan;
b. tegoran tertulis;
c. pemberhentian sementara dari jabatan;
d. pemberhentian dari jabatan.
(2) Pejabat yang melanggar atau lalai dalam memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (4), Pasal 16 ayat (4), dan Pasal 22 ayat (8) Undang-Undang ini dan/atau peraturan pelaksanaannya dapat dikenai sanksi administratif sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(3) Pemberian sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tidak mengurangi sanksi yang dapat dikenakan menurut peraturan perundang-undangan lain yang berlaku.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
BAB VIII
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 24
(1) Hak Tanggungan yang ada sebelum berlakunya Undang-Undang ini, yang menggunakan ketentuan Hypotheek atau Credietverband berdasarkan Pasal 57 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria diakui, dan selanjutnya berlangsung sebagai Hak Tanggungan menurut Undang-Undang ini sampai dengan berakhirnya hak tersebut.
(2) Hak Tanggungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat menggunakan ketentuan-ketentuan mengenai eksekusi dan pencoretannya sebagaimana diatur dalam Pasal 20 dan Pasal 22 setelah buku-tanah dan sertipikat Hak Tanggungan yang bersangkutan disesuaikan dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14.
(3) Surat kuasa membebankan hipotik yang ada pada saat diundangkannya Undang-Undang ini dapat digunakan sebagai Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan dalam waktu 6 (enam) bulan terhitung sejak saat berlakunya Undang-Undang ini, dengan mengingat ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (5).
Pasal 25
Sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan dalam Undang-Undang ini, semua peraturan perundang-undangan mengenai pembebanan Hak Tanggungan kecuali ketentuan-ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 tetap berlaku sampai ditetapkannya peraturan pelaksanaan Undang-Undang ini dan dalam penerapannya disesuaikan dengan ketentuan dalam Undang-Undang ini.
Pasal 26
Selama belum ada peraturan perundang-undangan yang mengaturnya, dengan memperhatikan ketentuan dalam Pasal 14, peraturan mengenai eksekusi hypotheek yang ada pada mulai berlakunya Undang-Undang ini, berlaku terhadap eksekusi Hak Tanggungan.
BAB IX
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 27
Ketentuan Undang-Undang ini berlaku juga terhadap pembebanan hak jaminan atas Rumah Susun dan Hak Milik atas Satuan Rumah Susun.
Pasal 28
Sepanjang tidak ditentukan lain dalam Undang-Undang ini, ketentuan lebih lanjut untuk melaksanakan Undang-Undang ini ditetapkan dengan peraturan perundang-undangan.
Pasal 29
Dengan berlakunya Undang-Undang ini, ketentuan mengenai Credietverband sebagaimana tersebut dalam Staatsblad 1908-542 jo. Staatsblad 1909-586 dan Staatsblad 1909-584 sebagai yang telah diubah dengan Staatsblad 1937-190 jo. Staatsblad 1937-191 dan ketentuan mengenai Hypotheek sebagaimana tersebut dalam Buku II Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Indonesia sepanjang mengenai pembebanan Hak Tanggungan pada hak atas tanah beserta benda-benda yang berkaitan dengan tanah dinyatakan tidak berlaku lagi.
Pasal 30
Undang-Undang ini dapat disebut Undang-Undang Hak Tanggungan.
Pasal 31
Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Disahkan di Jakarta
pada tanggal 9 April 1996
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
ttd
SOEHARTO
Diundangkan di Jakarta
ada tanggal 9 April 1996
MENTERI NEGARA SEKRETARIS NEGARA
REPUBLIK INDONESIA
ttd
MOERDIONO
Label:
UU/Peraturan
Sabtu, 27 Maret 2010
Akta Hibah Uang (Contoh Akta Notaril Not. Raimond F. Lamandasa, SH, MKn)
⌐ H I B A H ⌐
Nomor :
⌐ Pada hari ini, hari
- Menghadap kepada saya, RAIMOND FLORA LAMANDASA, --
Sarjana Hukum, Magister Kenotariatan, Notaris di ---
Kabupaten Sukabumi, dengan dihadiri oleh para saksi-
yang saya, Notaris, kenal dan yang akan disebut pada
bagian akhir akta ini : ----------------------------
I. Nyonya ……., lahir di …., pada tanggal ……….. -----
Warganegara Indonesia, Ibu rumah tangga, --------
bertempat tinggal di ………………………………………….-----------
⌐ Pemegang Kartu Tanda Penduduk Nomor ⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐
…….⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐-----------------
⌐ Untuk sementara berada di Bogor. ⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐
⌐ Untuk melakukan perbuatan hukum tersebut ⌐⌐⌐⌐⌐⌐
dibawah ini telah mendapat persetujuan dari ⌐⌐⌐⌐⌐
anak⌐anaknya, sebagaimana ternyata dari Surat ⌐⌐⌐
Persetujuan yang dibuat dibawah tangan, ⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐
tertanggal satu Desember tahun duaribu sembilan ⌐
(1⌐12⌐2009), yang telah dibubuhi meterai ⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐
secukupnya dan tertanggal
bermeterai cukup, yang asli aslinya dilekatkan ⌐⌐
pada minuta akta tertanggal hari ini, Nomor ,
yang dibuat dihadapan saya, Notaris. ⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐
⌐ Selanjutnya disebut Pemberi Hibah. ⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐
II.Tuan ….., lahir di Jakarta, pada tanggal ……………….-
Warga Negara Indonesia, Karyawan, bertempat -----
tinggal di Jakarta Pusat, ………………………….. ----------
⌐ Pemegang Kartu Tanda Penduduk Nomor ⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐
……………………………………………….. ⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐
⌐ Untuk sementara berada di …….. ⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐--
⌐ Selanjutnya disebut Penerima Hibah. ⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐
- Para penghadap dikenal oleh saya, Notaris. -------
⌐ Penghadap Nyonya ………. tersebut diatas, ⌐⌐---------
selanjutnya akan disebut juga Pihak Pertama, dengan⌐
ini telah menghibahkan dan memberikan dengan mutlak⌐
serta cuma cuma kepada penghadap Tuan …………… ⌐-------
tersebut diatas, selanjutnya disebut juga Pihak ⌐⌐⌐⌐
Kedua, yang menerangkan dengan ini menerima ⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐
penghibahan dan pemberian dengan mutlak serta cuma ⌐
cuma dari Pihak Pertama : ⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐
⌐ Uang tunai sebesar USD. 50,000.⌐ (limapuluh ⌐⌐⌐
ribu dollar Amerika Serikat) ; ⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐
⌐ Uang tunai sebesar USD. 50,000.⌐ (limapuluh ribu ⌐
Dollar Amerika Serikat) tersebut telah diterima oleh
penerima hibah sebelum akta ini ditandatangani dan –
untuk penerimaan jumlah uang tersebut, akta --------
ini oleh keduabelah pihak dinyatakan berlaku sebagai
tanda penerimaannya yang sah (kwitansi). ⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐
⌐ Selanjutnya para penghadap tersebut diatas ⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐
menerangkan bahwa hibah ini dilakukan dan diterima ⌐
dengan peraturan peraturan dan ketentuan ketentuan ⌐
sebagai berikut : ⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐
⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐ ⌐ Pasal 1 ⌐ ⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐
⌐ Apa yang dihibahkan dengan akta ini pada hari ini⌐
berpindah ke dalam pegangan dan penguasaan Penerima⌐
Hibah dan segala keuntungan atau kerugian yang ⌐⌐⌐⌐⌐
didapat atau diderita dengannya mulai hari ini ⌐⌐⌐⌐⌐
menjadi miliknya atau dipikul oleh Penerima Hibah ⌐⌐
dan mulai hari ini juga Penerima Hibah berhak ⌐⌐⌐⌐⌐⌐
menjalankan hak haknya atas apa yang dihibahkan ⌐⌐⌐⌐
tersebut. ⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐
⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐ ⌐ Pasal 2 ⌐ ⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐
⌐ Apa yang dihibahkan dengan akta ini terhitung ⌐⌐⌐⌐
mulai hari ini menjadi miliknya Penerima Hibah ⌐⌐⌐⌐⌐
menurut keadaan nyata (in feitelijke toestand) pada⌐
hari ini dan mengenai keadaan ini Penerima Hibah ⌐⌐⌐
dikemudian hari tidak akan mengajukan tuntutan ⌐⌐⌐⌐⌐
apapun juga. ⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐
⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐ ⌐ Pasal 3 ⌐ ⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐
⌐ Pemberi Hibah menjamin Penerima Hibah bahwa ⌐⌐⌐⌐⌐⌐
segala sesuatu yang dihibahkan dengan akta ini ⌐⌐⌐⌐⌐
benar benar miliknya Pemberi Hibah. ⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐
⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐ ⌐ Pasal 4 ⌐ ⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐
⌐ Penerima Hibah untuk penghibahan ini oleh Pemberi⌐
Hibah dibebaskan dari kewajiban inbreng. ⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐
⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐ ⌐ Pasal 5 ⌐ ⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐
⌐ Akhirnya tentang hal ini dan segala akibatnya para
penghadap menerangkan memilih tempat tinggal ⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐
kediaman hukum yang umum dan tetap pada Kantor ⌐⌐⌐⌐⌐
Panitera Pengadilan Negeri ………..di Kota ……. ⌐⌐⌐⌐----
---------------- - DEMIKIAN AKTA INI - -------------
- Dibuat dan diselesaikan sebagai minuta di Bogor, ⌐
pada hari dan tanggal seperti disebut pada bagian ⌐⌐
awal akta ini, dengan dihadiri oleh : ⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐
1. Nyonya …., lahir di …., pada tanggal ………………..⌐---
Warganegara Indonesia, Pegawai Kantor Notaris, --
bertempat tinggal di ………………….. ------------------
- Pemegang Kartu Tanda Penduduk Nomor ⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐
…………………… ; ⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐-----------
2. Nyonya …., lahir di …., pada tanggal ………………..⌐---
Warganegara Indonesia, Pegawai Kantor Notaris, --
bertempat tinggal di ………………….. ------------------
- Pemegang Kartu Tanda Penduduk Nomor ⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐
…………………… ; ⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐-----------
sebagai saksi saksi. ⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐
⌐ Setelah saya, Notaris membacakan akta ini kepada ⌐
para penghadap dan para saksi, maka segera para ⌐⌐⌐⌐
penghadap, para saksi dan saya, Notaris ⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐
menandatangani akta ini. ⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐
⌐ Dibuat dengan
Nomor :
⌐ Pada hari ini, hari
- Menghadap kepada saya, RAIMOND FLORA LAMANDASA, --
Sarjana Hukum, Magister Kenotariatan, Notaris di ---
Kabupaten Sukabumi, dengan dihadiri oleh para saksi-
yang saya, Notaris, kenal dan yang akan disebut pada
bagian akhir akta ini : ----------------------------
I. Nyonya ……., lahir di …., pada tanggal ……….. -----
Warganegara Indonesia, Ibu rumah tangga, --------
bertempat tinggal di ………………………………………….-----------
⌐ Pemegang Kartu Tanda Penduduk Nomor ⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐
…….⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐-----------------
⌐ Untuk sementara berada di Bogor. ⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐
⌐ Untuk melakukan perbuatan hukum tersebut ⌐⌐⌐⌐⌐⌐
dibawah ini telah mendapat persetujuan dari ⌐⌐⌐⌐⌐
anak⌐anaknya, sebagaimana ternyata dari Surat ⌐⌐⌐
Persetujuan yang dibuat dibawah tangan, ⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐
tertanggal satu Desember tahun duaribu sembilan ⌐
(1⌐12⌐2009), yang telah dibubuhi meterai ⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐
secukupnya dan tertanggal
bermeterai cukup, yang asli aslinya dilekatkan ⌐⌐
pada minuta akta tertanggal hari ini, Nomor ,
yang dibuat dihadapan saya, Notaris. ⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐
⌐ Selanjutnya disebut Pemberi Hibah. ⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐
II.Tuan ….., lahir di Jakarta, pada tanggal ……………….-
Warga Negara Indonesia, Karyawan, bertempat -----
tinggal di Jakarta Pusat, ………………………….. ----------
⌐ Pemegang Kartu Tanda Penduduk Nomor ⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐
……………………………………………….. ⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐
⌐ Untuk sementara berada di …….. ⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐--
⌐ Selanjutnya disebut Penerima Hibah. ⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐
- Para penghadap dikenal oleh saya, Notaris. -------
⌐ Penghadap Nyonya ………. tersebut diatas, ⌐⌐---------
selanjutnya akan disebut juga Pihak Pertama, dengan⌐
ini telah menghibahkan dan memberikan dengan mutlak⌐
serta cuma cuma kepada penghadap Tuan …………… ⌐-------
tersebut diatas, selanjutnya disebut juga Pihak ⌐⌐⌐⌐
Kedua, yang menerangkan dengan ini menerima ⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐
penghibahan dan pemberian dengan mutlak serta cuma ⌐
cuma dari Pihak Pertama : ⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐
⌐ Uang tunai sebesar USD. 50,000.⌐ (limapuluh ⌐⌐⌐
ribu dollar Amerika Serikat) ; ⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐
⌐ Uang tunai sebesar USD. 50,000.⌐ (limapuluh ribu ⌐
Dollar Amerika Serikat) tersebut telah diterima oleh
penerima hibah sebelum akta ini ditandatangani dan –
untuk penerimaan jumlah uang tersebut, akta --------
ini oleh keduabelah pihak dinyatakan berlaku sebagai
tanda penerimaannya yang sah (kwitansi). ⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐
⌐ Selanjutnya para penghadap tersebut diatas ⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐
menerangkan bahwa hibah ini dilakukan dan diterima ⌐
dengan peraturan peraturan dan ketentuan ketentuan ⌐
sebagai berikut : ⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐
⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐ ⌐ Pasal 1 ⌐ ⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐
⌐ Apa yang dihibahkan dengan akta ini pada hari ini⌐
berpindah ke dalam pegangan dan penguasaan Penerima⌐
Hibah dan segala keuntungan atau kerugian yang ⌐⌐⌐⌐⌐
didapat atau diderita dengannya mulai hari ini ⌐⌐⌐⌐⌐
menjadi miliknya atau dipikul oleh Penerima Hibah ⌐⌐
dan mulai hari ini juga Penerima Hibah berhak ⌐⌐⌐⌐⌐⌐
menjalankan hak haknya atas apa yang dihibahkan ⌐⌐⌐⌐
tersebut. ⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐
⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐ ⌐ Pasal 2 ⌐ ⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐
⌐ Apa yang dihibahkan dengan akta ini terhitung ⌐⌐⌐⌐
mulai hari ini menjadi miliknya Penerima Hibah ⌐⌐⌐⌐⌐
menurut keadaan nyata (in feitelijke toestand) pada⌐
hari ini dan mengenai keadaan ini Penerima Hibah ⌐⌐⌐
dikemudian hari tidak akan mengajukan tuntutan ⌐⌐⌐⌐⌐
apapun juga. ⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐
⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐ ⌐ Pasal 3 ⌐ ⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐
⌐ Pemberi Hibah menjamin Penerima Hibah bahwa ⌐⌐⌐⌐⌐⌐
segala sesuatu yang dihibahkan dengan akta ini ⌐⌐⌐⌐⌐
benar benar miliknya Pemberi Hibah. ⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐
⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐ ⌐ Pasal 4 ⌐ ⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐
⌐ Penerima Hibah untuk penghibahan ini oleh Pemberi⌐
Hibah dibebaskan dari kewajiban inbreng. ⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐
⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐ ⌐ Pasal 5 ⌐ ⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐
⌐ Akhirnya tentang hal ini dan segala akibatnya para
penghadap menerangkan memilih tempat tinggal ⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐
kediaman hukum yang umum dan tetap pada Kantor ⌐⌐⌐⌐⌐
Panitera Pengadilan Negeri ………..di Kota ……. ⌐⌐⌐⌐----
---------------- - DEMIKIAN AKTA INI - -------------
- Dibuat dan diselesaikan sebagai minuta di Bogor, ⌐
pada hari dan tanggal seperti disebut pada bagian ⌐⌐
awal akta ini, dengan dihadiri oleh : ⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐
1. Nyonya …., lahir di …., pada tanggal ………………..⌐---
Warganegara Indonesia, Pegawai Kantor Notaris, --
bertempat tinggal di ………………….. ------------------
- Pemegang Kartu Tanda Penduduk Nomor ⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐
…………………… ; ⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐-----------
2. Nyonya …., lahir di …., pada tanggal ………………..⌐---
Warganegara Indonesia, Pegawai Kantor Notaris, --
bertempat tinggal di ………………….. ------------------
- Pemegang Kartu Tanda Penduduk Nomor ⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐
…………………… ; ⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐-----------
sebagai saksi saksi. ⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐
⌐ Setelah saya, Notaris membacakan akta ini kepada ⌐
para penghadap dan para saksi, maka segera para ⌐⌐⌐⌐
penghadap, para saksi dan saya, Notaris ⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐
menandatangani akta ini. ⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐⌐
⌐ Dibuat dengan
Selasa, 16 Februari 2010
Siapa saja yang berhak menggunakan Lambang GARUDA?
Baru-baru ini rasa nasionalisme kita terusik dengan keluarnya produk fashion salah satu desainer terkenal (Armani) dengan logo yang menyerupai Lambang Negara kita "GARUDA".
Maka untuk sekedar me-refresh ingatan kita tentang bagaimana tata cara penggunaan logo Garuda, berikut ini ringkasan dari PP Nomor 43 tahun 1958 (Lembaran Negara No.71/1958, TBNRI No.1636), yang disahkan oleh Presiden Soekarno dan Perdana Menteri Djuanda pada tanggal 26 Juni 1958.
Secara ringkas isi PP 43/1958 tersebut adalah sebagai berikut :
Lambang Negara dapat digunakan pada:
* Gedung-gedung negeri di sebelah dan/atau dalam.
* Kapal-kapal pemerintah yang digunakan untuk keperluan dinas.
* Paspor.
* Tiap-tiap nomor Lembaran Negara dan Berita Negara Republik indonesia serta tambahan-tambahannya pada halaman pertama di bagian tengah atas.
* Surat jabatan presiden, wakil presiden, menteri, ketua MPR/DPR, ketua MA, Jaksa Agung, ketua BPK, gubernur kepala daerah, dan notaris.
* Mata uang logam atau kertas.
* Kertas bermaterai dan meterainya.
* Surat ijazah negara.
* Barang-barang negara di rumah jabatan presiden, wakil presiden, dan menteri luar negeri.
* Pakaian resmi yang dianggap perlu oleh pemerintah.
* Buku-buku dan majalah-majalah yang diterbitkan oleh pemerintah pusat.
* Buku kumpulan undang-undang yang diterbitkan oleh pemerintah dan, dengan izin pemerintah, buku kumpulan undang-undang yang diterbitkan oleh partikelir.
* Surat-surat kapal dan barang-barang lain dengan izin menteri yang bersangkutan.
* Tempat diadakannya acara-acara resmi yang diselenggarakan oleh pemerintah.
* Gapura.
* Bagunan-bangunan lain yang pantas.
* Panji-panji dan bendera-bendera jabatan sesuai dengan aturan pada PP 20/1955 dan PP 42/1958.
Penggunaan Lambang Negara di luar gedung hanya dibolehkan pada:
* Rumah jabatan presiden, wakil presiden, menteri, dan gubernur kepala daerah.
* Gedung-gedung kepresidenan, kementerian, MPR/DPR, Mahkamah Agung, Kejaksaan Agung, dan Badan Pengawas Keuangan.
Penggunaan di dalam gedung diharuskan pada tiap-tiap:
* Kantor Kepala Daerah
* Ruang sidang MPR/DPR
* Ruang sidang pengadilan.
* Markas Angkatan Bersenjata.
* Kantor Kepolisian Negara.
* Kantor Imigrasi.
* Kantor Bea dan Cukai.
Lambang Negara yang dipasang di gedung harus mempunyai ukuran yang pantas dan sesuai dengan besar kecilnya gedung, ruangan, atau kapal di mana Lambang Negara dipasang, dan harus dipasang pada tempat yang pantas dan menarik perhatian.
Jika Lambang Negara yang digunakan hanya mengandung satu warna, maka warna itu harus layak dan pantas. Dan jika mengandung lebih dari satu warna, maka warna-warna itu harus sesuai dengan yang dimaksud dalam PP 66/1951.
Apabila Lambang Negara ditempatkan bersama-sama dengan gambar Presiden dan Wakil Presiden, maka Lambang Negara itu harus diberi tempat yang paling sedikit sama utamanya.
Cap dengan Lambang Negara di dalamnya hanya dibolehkan untuk cap jabatan presiden, wakil presiden, menteri, ketua MPR/DPR, ketua MA, jaksa agung, ketua BPK, kepala daerah, dan notaris.
Lambang Negara dapat digunakan sebagai lencana oleh Warna Negara Indonesia di luar negeri. Jika digunakan sebagai lencana, lambang itu harus dipasang di dada, sebelah kiri-atas.
Lambang Negara dilarang digunakan jika bertentangan dengan aturan-aturan yang telah ditetapkan.
Pada Lambang Negara, dilarang menaruh huruf, kalimat, angka, gambar, atau tanda-tanda lain selain yang telah diatur dalam PP 66/1951.
Lambang Negara dilarang digunakan sebagai perhiasan, cap atau logo dagang, reklame perdagangan, atau propaganda politik dengan cara apapun juga.
Lambang untuk perseorangan, perkumpulan, organisasi, partikelir, atau perusahaan tidak boleh sama atau pada pokoknya menyerupai Lambang Negara.
Penggunaan Lambang Negara di negara asing dilakukan menurut peraturan atau kebiasaan tentang penggunaan lambang kebangsaan asing yang berlaku di negara itu.
Barangsiapa yang melanggar ketentuan-ketentuan penggunaan Lambang Negara dihukum dengan hukuman kurungan selama-lamanya 3 (tiga) bulan atau denda sebanyak-banyaknya Rp 500,00 (lima ratus rupiah).
Kiranya dengan PP tersebut diatas menjadi jelas dan terang siapa-siapa yang berhak menggunakan logo GARUDA dan bagaimana tata cara pemakaiannya.
Maka untuk sekedar me-refresh ingatan kita tentang bagaimana tata cara penggunaan logo Garuda, berikut ini ringkasan dari PP Nomor 43 tahun 1958 (Lembaran Negara No.71/1958, TBNRI No.1636), yang disahkan oleh Presiden Soekarno dan Perdana Menteri Djuanda pada tanggal 26 Juni 1958.
Secara ringkas isi PP 43/1958 tersebut adalah sebagai berikut :
Lambang Negara dapat digunakan pada:
* Gedung-gedung negeri di sebelah dan/atau dalam.
* Kapal-kapal pemerintah yang digunakan untuk keperluan dinas.
* Paspor.
* Tiap-tiap nomor Lembaran Negara dan Berita Negara Republik indonesia serta tambahan-tambahannya pada halaman pertama di bagian tengah atas.
* Surat jabatan presiden, wakil presiden, menteri, ketua MPR/DPR, ketua MA, Jaksa Agung, ketua BPK, gubernur kepala daerah, dan notaris.
* Mata uang logam atau kertas.
* Kertas bermaterai dan meterainya.
* Surat ijazah negara.
* Barang-barang negara di rumah jabatan presiden, wakil presiden, dan menteri luar negeri.
* Pakaian resmi yang dianggap perlu oleh pemerintah.
* Buku-buku dan majalah-majalah yang diterbitkan oleh pemerintah pusat.
* Buku kumpulan undang-undang yang diterbitkan oleh pemerintah dan, dengan izin pemerintah, buku kumpulan undang-undang yang diterbitkan oleh partikelir.
* Surat-surat kapal dan barang-barang lain dengan izin menteri yang bersangkutan.
* Tempat diadakannya acara-acara resmi yang diselenggarakan oleh pemerintah.
* Gapura.
* Bagunan-bangunan lain yang pantas.
* Panji-panji dan bendera-bendera jabatan sesuai dengan aturan pada PP 20/1955 dan PP 42/1958.
Penggunaan Lambang Negara di luar gedung hanya dibolehkan pada:
* Rumah jabatan presiden, wakil presiden, menteri, dan gubernur kepala daerah.
* Gedung-gedung kepresidenan, kementerian, MPR/DPR, Mahkamah Agung, Kejaksaan Agung, dan Badan Pengawas Keuangan.
Penggunaan di dalam gedung diharuskan pada tiap-tiap:
* Kantor Kepala Daerah
* Ruang sidang MPR/DPR
* Ruang sidang pengadilan.
* Markas Angkatan Bersenjata.
* Kantor Kepolisian Negara.
* Kantor Imigrasi.
* Kantor Bea dan Cukai.
Lambang Negara yang dipasang di gedung harus mempunyai ukuran yang pantas dan sesuai dengan besar kecilnya gedung, ruangan, atau kapal di mana Lambang Negara dipasang, dan harus dipasang pada tempat yang pantas dan menarik perhatian.
Jika Lambang Negara yang digunakan hanya mengandung satu warna, maka warna itu harus layak dan pantas. Dan jika mengandung lebih dari satu warna, maka warna-warna itu harus sesuai dengan yang dimaksud dalam PP 66/1951.
Apabila Lambang Negara ditempatkan bersama-sama dengan gambar Presiden dan Wakil Presiden, maka Lambang Negara itu harus diberi tempat yang paling sedikit sama utamanya.
Cap dengan Lambang Negara di dalamnya hanya dibolehkan untuk cap jabatan presiden, wakil presiden, menteri, ketua MPR/DPR, ketua MA, jaksa agung, ketua BPK, kepala daerah, dan notaris.
Lambang Negara dapat digunakan sebagai lencana oleh Warna Negara Indonesia di luar negeri. Jika digunakan sebagai lencana, lambang itu harus dipasang di dada, sebelah kiri-atas.
Lambang Negara dilarang digunakan jika bertentangan dengan aturan-aturan yang telah ditetapkan.
Pada Lambang Negara, dilarang menaruh huruf, kalimat, angka, gambar, atau tanda-tanda lain selain yang telah diatur dalam PP 66/1951.
Lambang Negara dilarang digunakan sebagai perhiasan, cap atau logo dagang, reklame perdagangan, atau propaganda politik dengan cara apapun juga.
Lambang untuk perseorangan, perkumpulan, organisasi, partikelir, atau perusahaan tidak boleh sama atau pada pokoknya menyerupai Lambang Negara.
Penggunaan Lambang Negara di negara asing dilakukan menurut peraturan atau kebiasaan tentang penggunaan lambang kebangsaan asing yang berlaku di negara itu.
Barangsiapa yang melanggar ketentuan-ketentuan penggunaan Lambang Negara dihukum dengan hukuman kurungan selama-lamanya 3 (tiga) bulan atau denda sebanyak-banyaknya Rp 500,00 (lima ratus rupiah).
Kiranya dengan PP tersebut diatas menjadi jelas dan terang siapa-siapa yang berhak menggunakan logo GARUDA dan bagaimana tata cara pemakaiannya.
Label:
Calon Notaris
Sabtu, 23 Januari 2010
Luar Biasa, SK Notaris Baru Langsung Keluar Dalam Hitungan Menit!
Momentum 100 hari kabinet SBY-Budiono benar-benar membawa berkah bagi ribuan candidat notaris yang telah hampir 2 tahun tak jelas harapannya karena terganjal Diklat SABH. Ditengah asa yang hampir pudar tersebut muncullah program yang bagai mimpi disiang bolong dari Menkumham Patrialias Akbar, bahwa dalam 100 hari kinerja instansinya, akan mengangkat 3.000 notaris baru. Mendengar project ini di saluran TV, awalnya, hanya skeptis dan apatisme saja yang muncul. Benarkah??
Ucapan sang mentri baru tersebut bukan isapan jempol belaka, karena perlahan tapi pasti, action dilapangan mulai nampak,karena langsung ditindak-lanjuti dengan pengumuman bahwa akan segera dilakukan diklat SABH. Pengumuman itu langsung disambar oleh para candidat, terbukti hari pertama pembukaan pendaftaran saja langsung 1.000-an candiddat yang mendaftar, demikian kata Bang Oji, salah seorang staf administrasi PP INI di Sekretariat INI Roxy Mas. Luar biasa dan fantastis!! Benar-benar tanda-tanda kebangkitan asa para candidat notaris hidup kembali.
Diklat yang dinanti-nantikan pun tiba, tak tanggung-tanggung, dibuka langsung oleh RI-2, Bpk. Budiono. Tempatnya pun tidak main-main, di the Ritz Carlton Hotel, suatu kawasan prestisius di SCBD-Jakarta.
Lagi-lagi Menkum saat pembukaan mengeluarkan statement yang mengejutkan bahwa dalam 7 (tujuh) hari SK Notaris akan segera ditangan para candidat, jika semua syarat lengkap. Statement mentri tersebut-pun bersambut, diakhir Diklat, semua peserta yang memenuhi syarat langsung menerima sertifikat, yaitu satu-satunya "dokumen sakti" yang amat ditunggu-tunggu para candidat selama ini.
Dengan lengkapnya syarat pengajuan SK notaris, tiba saatnya pengujian janji-janji menkum. Tanggal 21 Jan 2010, berbondong-bondong para candidat ke Depkum di Kawasan Rasuna Said. Ternyata, disana pun sudah "stand-by" puluhan crew yang semuanya adalah para pegawai Subdit Notariat dan AHU Depkum, telah siap dengan perangkat komputer "on-line"-nya menerima berkas para calon. Tidak kurang dari 15 unit laptop dan beberapa unit PC dilengkapi beberapa unit printer, dengan sabar melayani antrian yang cukup banyak. Awalnya memang sempat tak terkontrol karena kekurang sabaran para candidat yang ingin dilayani lebih dahulu tanpa memperhatikan lagi nomor antri. Tapi syukurlah, jajaran crew tak surut semangat pengabdiannya, dengan sabar terus melayani para candidat.
Setelah antri sekian waktu, beberapa orang tak sadar langsung berteriak, "Saya Notaris Sekarang, saya menjadi notaris sekarang!!"
Apa yang terjadi? Hampir tak dipercaya, akhirnya klimaks dari penantian panjang berujung dengan heppy, ya heppy ending. Dalam hitungan jam, SK Notaris kini dalam genggaman. Terima kasih Depkum, terima kasih pak Mentri, terima kasih juga kepada seluruh crew yang tak kenal lelah terus melayani hingga larut malam. Engkau, kini, menorehkan sejarah yang luar biasa buat para notaris baru, suatu spirit yang akan terus terjaga di dada masing-masing notaris baru.
Akhirnya, Selamat buat para rekan yang telah menerima SK, lanjutkan mimpi anda yang sempat pudar dengan mimpi-mimpi baru, tentu dengan "etika profesi Notaris sejati". Selamat dan sukses buat semua!!
Ucapan sang mentri baru tersebut bukan isapan jempol belaka, karena perlahan tapi pasti, action dilapangan mulai nampak,karena langsung ditindak-lanjuti dengan pengumuman bahwa akan segera dilakukan diklat SABH. Pengumuman itu langsung disambar oleh para candidat, terbukti hari pertama pembukaan pendaftaran saja langsung 1.000-an candiddat yang mendaftar, demikian kata Bang Oji, salah seorang staf administrasi PP INI di Sekretariat INI Roxy Mas. Luar biasa dan fantastis!! Benar-benar tanda-tanda kebangkitan asa para candidat notaris hidup kembali.
Diklat yang dinanti-nantikan pun tiba, tak tanggung-tanggung, dibuka langsung oleh RI-2, Bpk. Budiono. Tempatnya pun tidak main-main, di the Ritz Carlton Hotel, suatu kawasan prestisius di SCBD-Jakarta.
Lagi-lagi Menkum saat pembukaan mengeluarkan statement yang mengejutkan bahwa dalam 7 (tujuh) hari SK Notaris akan segera ditangan para candidat, jika semua syarat lengkap. Statement mentri tersebut-pun bersambut, diakhir Diklat, semua peserta yang memenuhi syarat langsung menerima sertifikat, yaitu satu-satunya "dokumen sakti" yang amat ditunggu-tunggu para candidat selama ini.
Dengan lengkapnya syarat pengajuan SK notaris, tiba saatnya pengujian janji-janji menkum. Tanggal 21 Jan 2010, berbondong-bondong para candidat ke Depkum di Kawasan Rasuna Said. Ternyata, disana pun sudah "stand-by" puluhan crew yang semuanya adalah para pegawai Subdit Notariat dan AHU Depkum, telah siap dengan perangkat komputer "on-line"-nya menerima berkas para calon. Tidak kurang dari 15 unit laptop dan beberapa unit PC dilengkapi beberapa unit printer, dengan sabar melayani antrian yang cukup banyak. Awalnya memang sempat tak terkontrol karena kekurang sabaran para candidat yang ingin dilayani lebih dahulu tanpa memperhatikan lagi nomor antri. Tapi syukurlah, jajaran crew tak surut semangat pengabdiannya, dengan sabar terus melayani para candidat.
Setelah antri sekian waktu, beberapa orang tak sadar langsung berteriak, "Saya Notaris Sekarang, saya menjadi notaris sekarang!!"
Apa yang terjadi? Hampir tak dipercaya, akhirnya klimaks dari penantian panjang berujung dengan heppy, ya heppy ending. Dalam hitungan jam, SK Notaris kini dalam genggaman. Terima kasih Depkum, terima kasih pak Mentri, terima kasih juga kepada seluruh crew yang tak kenal lelah terus melayani hingga larut malam. Engkau, kini, menorehkan sejarah yang luar biasa buat para notaris baru, suatu spirit yang akan terus terjaga di dada masing-masing notaris baru.
Akhirnya, Selamat buat para rekan yang telah menerima SK, lanjutkan mimpi anda yang sempat pudar dengan mimpi-mimpi baru, tentu dengan "etika profesi Notaris sejati". Selamat dan sukses buat semua!!
Label:
Calon Notaris
Senin, 18 Januari 2010
Benarkah Pengumuman Hasil Ujian PPAT akan direvisi?
Terbitnya Pengumuman Hasil Ujian PPAT yang diselenggarakan pada tgl 1-2 Des 2009 di Yogyakarta oleh BPN dengan Keputusan Panitia Penyelenggara Ujian PPAT Tahun 2009 Nomor 32 / KEP – 100.17.3 / XII / 2009 tanggal 23 Desember 2009 tentang Penetapan Hasil Evaluasi Ujian Pejabat Pembuat Akta Tanah Tahun 2009, yang di publish di web resmi BPN pada tgl 24 Des 2009, dengan judul : PENGUMUMAN PANITIA PENYELENGGARA UJIAN PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH TAHUN 2009 Nomor : 5008 / PENG – 100 / XII / 2009, tentu sangat-sangat menggembirakan. Maka seketika, saling ucap selamat kepada sesama rekan yang lulus pun otomatis terlontar.
Tetapi ada yang aneh dari pengumuman tersebut karena belum sempat dibaca oleh semua peserta, tahu-tahu pengumumannya ditarik dari web BPN. Karena raibnya pengumuman tersebut maka berkembanglah issue yang simpang siur, sebut saja antara lain : Hasil Ujian akan direvisi, Surat Keputusan Hasil Ujian tidak valid, Pengumuman yang dipublis di web BPN adalah kerjaan orang iseng dan masih banyak issue miring lainnya.
Banyak teman, tak peduli dari Jakarta apalagi dari daerah yang deg-deg-an dengan issue miring itu, lalu kesana-kemari mencari informasi. Tapi konfirmasi dari staff adm PPAT BPN di jalan sisingamangaraja pun tak berani memberi komentar. hal ini menambah semakin kencangnmya issue bahwa hasil ujian sebagaimana diumumkan dalam web BPN tgl 24 Des 2009 tersebut tidak valid.
Jika kita menanggalkan emosi dan perasaan kita karena sebagai peserta ujian, dan jika kita merenung, apakah memang demikian instansi yang nota bene setingkat kementrian negara tersebut, dengan seenaknya menarik/menggugurkan pengumuman yang lengkap dengan SK dan diumumkan dalam web resmi BPN hanya dalam hitungan jam?
Dengan pendekatan logika sederhana saja, saya yakin bahwa instansi pemerintah yang kita cintai yaitu BPN, tidak demikian. Karena proses untuk penerbitan SK dan lalu diumumkan ke publik tidaklah merupakan perkara gampang. Harus melalui mekanisme internal yang telah lebih dahulu melewati tahap cek and recheck.
Maka berangkat dari logika sederhana tersebut, saya yakin bahwa hasil ujian PPAT yang telah diumumkan tersebut benar-benar merupakan satu produk final dari BPN sehingga memiliki kepastian hukum yang sudah tetap. Harapan saya, kita tidak dengan mudah mempercayai issue yang tidak berdasar apapun apalagi bagi kita yang mengerti dan mempelajari hukum.
Maka tak lebih dan tidak terlambatlah jika pada kesempatan ini saya mengucapkan Selamat atas kesuksesan rekan-rekan sekalian dalam ujian PPAT tersebut.
Tetapi ada yang aneh dari pengumuman tersebut karena belum sempat dibaca oleh semua peserta, tahu-tahu pengumumannya ditarik dari web BPN. Karena raibnya pengumuman tersebut maka berkembanglah issue yang simpang siur, sebut saja antara lain : Hasil Ujian akan direvisi, Surat Keputusan Hasil Ujian tidak valid, Pengumuman yang dipublis di web BPN adalah kerjaan orang iseng dan masih banyak issue miring lainnya.
Banyak teman, tak peduli dari Jakarta apalagi dari daerah yang deg-deg-an dengan issue miring itu, lalu kesana-kemari mencari informasi. Tapi konfirmasi dari staff adm PPAT BPN di jalan sisingamangaraja pun tak berani memberi komentar. hal ini menambah semakin kencangnmya issue bahwa hasil ujian sebagaimana diumumkan dalam web BPN tgl 24 Des 2009 tersebut tidak valid.
Jika kita menanggalkan emosi dan perasaan kita karena sebagai peserta ujian, dan jika kita merenung, apakah memang demikian instansi yang nota bene setingkat kementrian negara tersebut, dengan seenaknya menarik/menggugurkan pengumuman yang lengkap dengan SK dan diumumkan dalam web resmi BPN hanya dalam hitungan jam?
Dengan pendekatan logika sederhana saja, saya yakin bahwa instansi pemerintah yang kita cintai yaitu BPN, tidak demikian. Karena proses untuk penerbitan SK dan lalu diumumkan ke publik tidaklah merupakan perkara gampang. Harus melalui mekanisme internal yang telah lebih dahulu melewati tahap cek and recheck.
Maka berangkat dari logika sederhana tersebut, saya yakin bahwa hasil ujian PPAT yang telah diumumkan tersebut benar-benar merupakan satu produk final dari BPN sehingga memiliki kepastian hukum yang sudah tetap. Harapan saya, kita tidak dengan mudah mempercayai issue yang tidak berdasar apapun apalagi bagi kita yang mengerti dan mempelajari hukum.
Maka tak lebih dan tidak terlambatlah jika pada kesempatan ini saya mengucapkan Selamat atas kesuksesan rekan-rekan sekalian dalam ujian PPAT tersebut.
Label:
Calon Notaris
Diklat SABH : Rekor Muri Dalam Jumlah Peserta
Akhirnya event yang ditunggu-tunggu ribuan calon notaris di seluruh Indonesia menjadi kenyataan. Event yang menjadi salah satu prasyarat untuk mewujudkan mimpi para calon notaris dan keluarganya tersebut, hari ini pukul 08.55 WIB resmi dibuka oleh Wakil Presiden RI Bpk. Prof. Dr. Budiono.
Dalam sambutannya Wapres RI menekankan bahwa notaris memiliki posisi yang sangat strategis dalam simpul-simpul kehidupan ekonomi dan sosial masyarakat di seluruh wilayah RI. Untuk itu perlu kiranya para calon merenungi diri apakah komitment dan integritas dirinya benar-benar sudah bulat untuk mengemban profesi notaris tersebut. Mengapa demikian? karena di era kedepan ini peranan notaris akan sangat menentukan dalam meletakkan dasar-dasar hukum yang pada gilirannya akan memberi kepastian hukum dlm bertindak ditengah-tengah dinamika pembangunan sosial ekonomi masyarakat. dalam konteks ini perlu komitment dan integritas yang tinggi dalam pelaksanaan profesi notaris kedepan, lanjut Wapres.
Diklat yang mengambil tempat di The Ritz Carlton Pacific Place Jakarta ini, diselenggarakan atas kerjasama Kementrian Hukum dan Hak Asasi Manusia cq. Dirjen AHU dan PP INI, dilaksanakan selama 3 hari dari tgl 18 - 20 Jan 2010.
Disela-sela acara pembukaan tersebut, berkesempatan juga Direktur MURI Bp. Jaya Suprana memberikan apresiasi dan penghargaan yang tinggi atas pencapaian kinerja Menkumham RI Bp. Patrialis Akbar atas beberapa gebrakannya dalam kerangka 100 hari kinerja SBY-Budiono dibidang hukum dan ham. Rekor yang cukup fantastis itu diberikan oleh MURI atas, antara lain jumlah peserta diklat terbesar selama ini yaitu +/- 2.000 orang. Penghargaan lainnya akan diberikan kepada Menkum dalam event terkait lainnya yaitu atas gebrakannya dlm keimigrasian (pembebasan biaya paspor bagi TKI/TKW yang akan bekerja ke luar negeri), proses perijinan badan hukum (target date 5 hari kerja)dan validasi visa bagi wisatawan asing yg dilakukan on-board bekerja sama dengan Garuda.
Sampai dengan tengah hari ini (saat coretan ini ditulis), Peserta Diklat yang sangat dinanti-nantikan ini sangat antusias mengikuti paparan dari para pembicara. Moga saja langkah awal yang baik ini akan kita tindak lanjuti dengan sangat serius dalam implementasi kinerja kita didepan ini sebagai notaris yang benar-benar profesional.
Selamat berdiklat rekan-rekan sekalian, ingat ini sebagai satu langkah awal, kita sudah mulai dengan baik, selanjutnya kita sendirilah yang menentukan sukses kita dimasa yang akan datang. Satu kata bijak yang kiranya dapat memberi inner-spirit bagi kita adalah : Jangan terpana pada proses (yang mungkin berliku), tetapi pandanglah hasil yang kita cita-citakan.
Good luck to all my friends!!
Dalam sambutannya Wapres RI menekankan bahwa notaris memiliki posisi yang sangat strategis dalam simpul-simpul kehidupan ekonomi dan sosial masyarakat di seluruh wilayah RI. Untuk itu perlu kiranya para calon merenungi diri apakah komitment dan integritas dirinya benar-benar sudah bulat untuk mengemban profesi notaris tersebut. Mengapa demikian? karena di era kedepan ini peranan notaris akan sangat menentukan dalam meletakkan dasar-dasar hukum yang pada gilirannya akan memberi kepastian hukum dlm bertindak ditengah-tengah dinamika pembangunan sosial ekonomi masyarakat. dalam konteks ini perlu komitment dan integritas yang tinggi dalam pelaksanaan profesi notaris kedepan, lanjut Wapres.
Diklat yang mengambil tempat di The Ritz Carlton Pacific Place Jakarta ini, diselenggarakan atas kerjasama Kementrian Hukum dan Hak Asasi Manusia cq. Dirjen AHU dan PP INI, dilaksanakan selama 3 hari dari tgl 18 - 20 Jan 2010.
Disela-sela acara pembukaan tersebut, berkesempatan juga Direktur MURI Bp. Jaya Suprana memberikan apresiasi dan penghargaan yang tinggi atas pencapaian kinerja Menkumham RI Bp. Patrialis Akbar atas beberapa gebrakannya dalam kerangka 100 hari kinerja SBY-Budiono dibidang hukum dan ham. Rekor yang cukup fantastis itu diberikan oleh MURI atas, antara lain jumlah peserta diklat terbesar selama ini yaitu +/- 2.000 orang. Penghargaan lainnya akan diberikan kepada Menkum dalam event terkait lainnya yaitu atas gebrakannya dlm keimigrasian (pembebasan biaya paspor bagi TKI/TKW yang akan bekerja ke luar negeri), proses perijinan badan hukum (target date 5 hari kerja)dan validasi visa bagi wisatawan asing yg dilakukan on-board bekerja sama dengan Garuda.
Sampai dengan tengah hari ini (saat coretan ini ditulis), Peserta Diklat yang sangat dinanti-nantikan ini sangat antusias mengikuti paparan dari para pembicara. Moga saja langkah awal yang baik ini akan kita tindak lanjuti dengan sangat serius dalam implementasi kinerja kita didepan ini sebagai notaris yang benar-benar profesional.
Selamat berdiklat rekan-rekan sekalian, ingat ini sebagai satu langkah awal, kita sudah mulai dengan baik, selanjutnya kita sendirilah yang menentukan sukses kita dimasa yang akan datang. Satu kata bijak yang kiranya dapat memberi inner-spirit bagi kita adalah : Jangan terpana pada proses (yang mungkin berliku), tetapi pandanglah hasil yang kita cita-citakan.
Good luck to all my friends!!
Label:
Calon Notaris
Kamis, 24 Desember 2009
Pengumuman Hasil Ujian PPAT tahun 2009 (Pengumuman dari BPN-RI)
Pengumuman panitia penyelenggara ujian pejabat pembuat akta tanah tahun 2009
23 Desember 2009.
PENGUMUMAN
PANITIA PENYELENGGARA UJIAN PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH
TAHUN 2009
Nomor : 5008 / PENG – 100 / XII / 2009
TENTANG
PENETAPAN HASIL EVALUASI UJIAN PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH
TAHUN 2009
1. Sehubungan Keputusan Panitia Penyelenggara Ujian PPAT Tahun 2009 Nomor 32 / KEP – 100.17.3 / XII / 2009 tanggal 23 Desember 2009 tentang Penetapan Hasil Evaluasi Ujian Pejabat Pembuat Akta Tanah Tahun 2009, bersama ini kami umumkan hasil ujian Pejabat Pembuat Akta Tanah 2009 yang dilaksanakan pada tanggal 1 dan 2 Desember 2009 sebagaimana tercantum dalam Lampiran Pengumuman ini.
2. Peserta yang dinyatakan lulus ujian sebagaimana butir 1 dapat diangkat sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah setelah yang bersangkutan mengajukan permohonan pengangkatan sebagai PPAT kepada Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Up Direktur Pendaftaran Hak Tanah dan Guna Ruang dengan alamat Jl. Sisingamangaraja Nomor 2 Kebayoran Baru Jakarta Selatan melalui kiriman tercatat dengan melengkapi persyaratan:
a. Asli Surat Keterangan Catatan Kepolisian (SKCK) yang dikeluarkan oleh Instansi Kepolisian;
b. Asli Surat Keterangan Kesehatan dari dokter umum dan spesialis kejiwaan yang menyatakan bahwa yang bersangkutan sehat jasmani dan rohani;
c. Surat Pernyataan bermaterai Rp. 6.000,- (enam ribu rupiah) mengenai kesediaan untuk ditunjuk sebagai penerima protokol Pejabat Pembuat Akta Tanah lain;
d. Surat Pernyataan bermaterai Rp. 6.000,- (enam ribu rupiah) mengenai tidak merangkap jabatan yang dilarang untuk dirangkap oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah;
e. Daftar Riwayat Hidup;
f. Fotocopy ijazah Program Pendidikan Spesialis Notariat atau Magister Kenotariatan yang dilegalisir oleh pejabat yang berwenang.
3. Peserta yang dinyatakan tidak lulus ujian dapat mengikuti ujian PPAT berikutnya yang akan diselenggarakan BPN RI pada tahun anggaran 2010;
4. Pengangkatan PPAT tidak dikenakan biaya apapun.
Jakarta, 23 Desember 2009
Plt. Deputi Bidang Hak Tanah dan Pendaftaran Tanah
selaku
Panitia Penyelenggara Ujian PPAT
Penanggung Jawab,
ttd.
Managam Manurung, SH.,M.Kn
NIP. 19531015 198103 1 007
23 Desember 2009.
PENGUMUMAN
PANITIA PENYELENGGARA UJIAN PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH
TAHUN 2009
Nomor : 5008 / PENG – 100 / XII / 2009
TENTANG
PENETAPAN HASIL EVALUASI UJIAN PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH
TAHUN 2009
1. Sehubungan Keputusan Panitia Penyelenggara Ujian PPAT Tahun 2009 Nomor 32 / KEP – 100.17.3 / XII / 2009 tanggal 23 Desember 2009 tentang Penetapan Hasil Evaluasi Ujian Pejabat Pembuat Akta Tanah Tahun 2009, bersama ini kami umumkan hasil ujian Pejabat Pembuat Akta Tanah 2009 yang dilaksanakan pada tanggal 1 dan 2 Desember 2009 sebagaimana tercantum dalam Lampiran Pengumuman ini.
2. Peserta yang dinyatakan lulus ujian sebagaimana butir 1 dapat diangkat sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah setelah yang bersangkutan mengajukan permohonan pengangkatan sebagai PPAT kepada Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Up Direktur Pendaftaran Hak Tanah dan Guna Ruang dengan alamat Jl. Sisingamangaraja Nomor 2 Kebayoran Baru Jakarta Selatan melalui kiriman tercatat dengan melengkapi persyaratan:
a. Asli Surat Keterangan Catatan Kepolisian (SKCK) yang dikeluarkan oleh Instansi Kepolisian;
b. Asli Surat Keterangan Kesehatan dari dokter umum dan spesialis kejiwaan yang menyatakan bahwa yang bersangkutan sehat jasmani dan rohani;
c. Surat Pernyataan bermaterai Rp. 6.000,- (enam ribu rupiah) mengenai kesediaan untuk ditunjuk sebagai penerima protokol Pejabat Pembuat Akta Tanah lain;
d. Surat Pernyataan bermaterai Rp. 6.000,- (enam ribu rupiah) mengenai tidak merangkap jabatan yang dilarang untuk dirangkap oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah;
e. Daftar Riwayat Hidup;
f. Fotocopy ijazah Program Pendidikan Spesialis Notariat atau Magister Kenotariatan yang dilegalisir oleh pejabat yang berwenang.
3. Peserta yang dinyatakan tidak lulus ujian dapat mengikuti ujian PPAT berikutnya yang akan diselenggarakan BPN RI pada tahun anggaran 2010;
4. Pengangkatan PPAT tidak dikenakan biaya apapun.
Jakarta, 23 Desember 2009
Plt. Deputi Bidang Hak Tanah dan Pendaftaran Tanah
selaku
Panitia Penyelenggara Ujian PPAT
Penanggung Jawab,
ttd.
Managam Manurung, SH.,M.Kn
NIP. 19531015 198103 1 007
Label:
Calon Notaris
Langganan:
Postingan (Atom)